Friday, January 17, 2020
Sesungguhnya orang-orang yang berkata, "Rabb kami adalah Allah," kemudian mereka tetap istiqomah tidak ada rasa khawatir pada mereka, dan mereka tidak (pula) bersedih hati.
- QS Al Ahqaaf [46]:13
Implikasi dari perkataan adalah tindakan, sikap hidup, juga cara kita menyikapi dinamika sang waktu.
Rabb adalah Sang Pemelihara. Orang yang menyatakan "Rabbunallah" adalah yang yakin betul Allah Yang Maha Memberi Rezeki, Allah Yang Maha Menyembuhkan, Allah Yang Maha Mencukupi.
Tumpuannya bukan pada bisnisnya, bukan pada pekerjaannya yang memberi gaji tetap dan bonus, bukan pada suami yang diandalkan penghasilannya, bukan pula pada segenap kekuatan diri, kerabat atau handai taulan. Kalaupun orang sekitar membantu, ia hanya melihat itu sebagai seseorang yang Allah gerakkan. Sasaran pandangannya tetap Allah. Lisan boleh berterima kasih kepada makhluk-Nya tapi hati sudah terengkuh dalam balutan kasih sayang-Nya yang tak pernah padam dan tak akan berakhir.
Pantas saja, bagi mereka tidak ada rasa khawatir dan bersedih hati. Jadi dengan demikian kekhawatiran dan kesedihan pasti datang dari keengganan kita untuk menyandarkan diri dan segenap yang kita cintai penuh kepada-Nya semata. Sang Rabbul 'alamiin. Sebaik-baik pemelihara dan sebaik-baik penjaga.
Saat masih separuh bersandar kepada Allah dan separuh bersandar kepada selainnya maka hanya tinggal menunggu waktu kekhawatiran dan kesedihan itu datang menyergap. Karena apapun selain Dia akan binasa. Saat kita mengandalkan selain Dia hanya menunggu waktu kebinasaannya.
Tapi dunia akan selalu menguji. Di satu waktu kita barangkali lulus dari ujian ketawakalan, tapi di saat lain ketika hati sedang lemah dan hawa nafsu membara kita terpeleset mengharapkan agar sesuatu datang dan terwujud dengan segera. Itu jebakan klasik setan, yang mempertakuti manusia dan meniupkan ketergesaan.
Maka di ayat diatas Allah berfirman, "...orang-orang yang berkata "Rabb kami adalah Allah" dan mereka teguh(istiqamah) dengannya"
Kualitas keteguhan hanya terbentuk setelah melalui proses ujian. Maka jangan ciut nyali menghadapi ujian. Itu sungguh sebuah hari raya untuk pertumbuhan jiwa. Abaikan hawa nafsu yang meronta-ronta ingin keluar dari api ujian. Dia tidak pernah tahu apa hakikat ujian.
Sebagaimana pohon yang tangguh diterpa badai hanya terbentuk oleh angin kencang yang mana itu semakin menguatkan akarnya. Maka ujian hidup sebesar apapun dan segelap apapun kelihatannya adalah sesuatu yang akan menumbuhkan jiwa kita dalam jalan mencapai kebahagiaannya yang sejati.
Ingat, jangan pernah mengeluh kepada Allah "oh ya Allah, beratnya ujian hidupku." Tapi katakan kepada ujian itu bahwa kita punya Allah Yang Maha Kuasa.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment