Saturday, April 29, 2017

Sepi ing pamrih rame ing gawe

It's funny how some distance
Makes everything seem small
And the fears that once controlled me
Can't get to me at all
- Elsa, Let It Go
Ketakutan dan kegelisahan kita atas sesuatu menunjukkan derajat kemelekatan kita dengan obyek tersebut. Kalau perasaan, pikiran dan kebahagiaan kita masih didominasi oleh sekian banyak obyek di luar diri kita tiada lain isyarat sang jiwa - yang merupakan entitas hakiki manusia belum menguasai dirinya sendiri dan masih terpasung oleh hawa nafsu dan syahwatnya.
Tauhid adalah obat utama untuk membebaskan insan dari diperbudak dirinya sendiri. Laa ilaaha ilallah adalah ajakan untuk berjarak dari segala sesuatu selain Dia. Menjaga jarak bukan berarti kita menarik cinta kita dari apapun itu, akan tetapi justru memberikan yang terbaik lalu ikhlaskan. Dengan ikhlas kita mulai berjarak dengannya, karena kerap kesedihan muncul sebagai respon akan harapan mendapatkan sesuatu dari pemberian, cinta maupun upaya yang telah kita kerahkan akan tetapi tak terlaksana.
Kita persembahkan cinta yang terbaik kepada pasangan dan anak-anak, tapi manakala mereka berlaku tidak sesuai dengan eskpektasi kita, let it go...love them anyway.
Kita bekerja dengan tertib dan baik, perkara belum juga dapat promosi dan kenaikan gaji, let it go...keep up the good work anyway.
Kita beribadah sambil memohon siang dan malam, namun manakala doa belum juga dikabulkan, kegigihan kita untuk sekadar memanjatkan doa pun sebenarnya sudah merupakan jawaban, let it go...keep praying anyway.
Inilah jalan tauhid
Jalan mengikhlaskan hati
Sepi ing pamrih rame ing gawe
Berjaraklah...
Because
Even lovers need a holiday
Far away
From each other...
- Peter Cetera, Hard to Say I'm Sorry

Wednesday, April 26, 2017

Makna Jin Menurut Ibnu Arabi

Ibnu 'Arabi menjelaskan sisi lain ketika membaca ayat tentang penghambaan, "Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia (insan) kecuali untuk beribadah kepada-Ku" (QS Adz Dzariyaat [51]:56).

"Jinn" mempunyai akar kata J-N-N yang artinya "menutupi, menyelubungi" dan sinonim dengan akar kata S-T-R (satara). Ibnu Arabi menyatakan bahwa "jinn adalah semua yang tertutup (mustatir) - [tertutup dari pandangan indera - penulis] - baik itu malaikat atau makhluk lainnya".

Sang Syaikh Al Akbar menggolongkan malaikat, jin dan para makhluk Allah Ta'ala yang tak tertangkap oleh mata mata lahir manusia sebagai "kaum jinn", beliau menambahkan "jinn [yang saya maksud] meliputi ciptaan-Nya yang terbuat dari cahaya ataupun yang terbuat dari api".

Namun penjelasan Ibnu Arabi mengenai jinn tidak berhenti di sana. Karena setiap ayat Al Qur'an pasti berfungsi sebagai pelajaran dan petunjuk bagi umat manusia, maka QS Adz Dzariyaat ayat 56 di atas dapat dibaca sebagai berikut :

Tidaklah Allah ciptakan raga (aspek lahiriyah insan) dan jiwa (aspek batiniyah insan) kecuali untuk beribadah kepada-Nya. Sebagaimana penjelasan Ibnu Arabi, "Secara haqiqah aspek batiniyah insan adalah jinn"

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya.

(Adaptasi dan terjemahan dari tulisan Gracia Lopez Anguita. On the Inner Knowledge of Spirits Made of an Igneous Mixture: Chapter 9 of the Futūhāt al-Makkiyya. Journal of the Muhyiddin Ibn 'Arabi Society, Volume 44, 2008.)

Monday, April 24, 2017

Kesulitan Kehidupan Membentuk Seseorang

Jiwa yang lemah akan selalu menghindar dari kesulitan hidup.
Padahal bersusah payah dan menerjang tantangan adalah natur kehidupan.

Mereka yang menerobos kemacetan hari demi hari.
Mereka yang menahan kepenatan bekerja seharian.
Mereka yang pontang-panting menjemput rejeki.
Hanya dengan menjelang setiap takdir kehidupan dengan hati yang ikhlas maka jiwa kita akan terbentuk menjadi semakin kuat dan semakin indah.

Mereka yang berjuang mengendalikan amarahnya.
Mereka yang menahan proses penggerusan ego dalam berumah tangga.
Mereka yang berupaya memenangkan sifat pemaaf dibandingkan dendam.
Hanya dengan melakoni setiap takdir kehidupan dengan kesadaran bahwa semua hal datang dari ketetapan-Nya yang agung maka sang pohon diri makin tumbuh dengan baik.

Mereka yang meluangkan malam-malam hari meluangkan waktu beribadah dengan khusyu saat kebanyakan orang tertidur.
Mereka yang menahan diri dari lapar dan dahaga saat yang lain mengumbar kelezatan dunia.
Mereka yang meregang rasa rindu yang mendera karena keterpisahan dengan Sang Kekasih.
Hanya dengan bersuka cita terhadap semua ketetapan-Nya dari waktu ke waktu maka ia akan makin selaras karsa Yang Maha Agung.

Sebagaimana angin kencang akan menguatkan akar pohon.
Maka setiap kesulitan dan kesakitan hidup akan membuat kita menjadi insannya yang lebih baik.
Jika saja kita khusyu menjalaninya...

Wednesday, April 19, 2017

Malapetaka Ketertinggalan



Sebagian besar manusia sesungguhnya dalam keadaan tertidur, tidak sadar bahwa dirinya tengah diselimuti sebuah malapetaka ketertinggalan. Ketika rahmat Allah turun pada diri seseorang maka mulailah ia merasakan malapetaka ketertinggalan itu, kegelisahan mulai mencuat, seribu satu pertanyaan akan kehidupan mulai mengemuka: Apa hidup ini? Kenapa aku tidak bisa merasakan Allah dalam hati? Mengapa ibadahku bagaikan sesuatu yang bersifat rutinitas saja dan tidak menjejak di hati? Mengapa sulit menerima takdir kehidupan? Sedemikian rupa sehingga seorang hamba dibuat pusing oleh kehidupan karena banyak kebijakan-Nya yang tidak terpahami.

Namun semua kegelisahan hidup yang mulai muncul itu suatu berkah bagi insan yang hatinya mulai merindukan pertemuan dengan Sang Pencipta, karena semua itu menumbuhkan kondisi kefakiran dalam diri, seseorang menjadi butuh Sang Rabb, maka ia mulai mencari-Nya. Siapapun yang mulai dibangunkan dalam kehidupannya akan merasakan kegersangan padang pasir dunia ini, dengannya sang jiwa mulai akan bangkit. Sungguh ini jauh lebih baik dibanding mereka yang dibangunkan oleh satu hal yang pasti, sebuah kematian yang niscaya menjelang.

"People are asleep . Once they die, they wake up" -Imam Ali.

(* Istilah ini disebutkan oleh Mursyid Zamzam AJT dalam Kajian Hikmah Al Quran, 2006)

Tuesday, April 18, 2017

The Power of Weakness

Kehidupan akan selalu menemukan jalan untuk membuat seorang pencari Tuhan merasa tidak berdaya sedemikian rupa sehingga ia merasa berada di titik nadir.

Ketidakberdayaan sangat erat dengan kefakiran, sesuatu yang sangat ditakuti oleh para pecinta dunia. Bagi pencari kebenaran sejati, saat menempuh kefakiran inilah sesuatu yang tidak haq dalam dirinya akan dimatikan demi menumbuhkan kualitas yang lebih baik.

Justru saat kehidupan dunia disunyikan maka hingar-bingar kehidupan langit akan semakin menguat. Karena justru dalam kondisi tidak berdaya itu hati manusia menjadi ceruk bagi turunnya anugerah Allah Ta'ala yang Maha Tinggi.[]

Kultur Kebahagiaan Semu

Kehidupan masyarakat Barat dengan semua kemegahan budaya, kecanggihan teknologi dan kemapanan material sesungguhnya menciptakan ilusi bahwa penderitaan itu tidak ada. Saya menyebutnya sebagai "kultur kebahagiaan (semu)". Kita melihat orang berlomba memamerkan kebahagiaannya di sosial media, menyelenggarakan pesta-pesta dan melakukan tamasya mewah apapun yang membuat mereka bahagia. Saya tentunya tidak menentang mereka yang ingin menikmati kehidupannya, akan tetapi pada saat yang bersamaan saya juga memerhatikan tidak sedikit orang yang sedemikian rupa melarikan diri dari rasa sakit dan memilih jalan pintas yang tidak menyelesaikan akar masalahnya. Mereka pergi ke dokter dan berkata "Aku selalu memasang foto-foto bahagia di facebook tapi sebenarnya hatiku kosong dan sering kesepian, adakah pil yang dapat membantuku tenang?"

Oleh karenanya psikiater selalu dicari orang, mereka yang sekadar ingin meredam rasa sakit meregang beban kehidupan dengan sebutir pil. Generasi sekarang sudah terlalu lama dimanjakan oleh kenyamanan hidup, mereka tidak mengenal lapar dan peperangan. They take life for granted. Hidup yang terlalu nyaman itu membuat otot-otot ketabahan dan kesabaran mereka kurang terlatih. Padahal segala sesuatu membutuhkan proses dan waktu, tidak hanya itu kesedihan dan penderitaan adalah bagian kehidupan yang tidak terpisahkan, bagaikan siang dan malam semua hal akan silih berganti. Setiap orang, tanpa kecuali akan menghadapi sakit, masa tua dan kematian. That's life...

(Adaptasi dan terjemahan dari wawancara dengan Dirk De Wachter, psikiater dan pengajar di Katholieke Universiteit Leuven yang dimuat di koran Trouw, 14 April 2017)

Sunday, April 16, 2017

Menikah Berarti Harus Kuat Memaafkan

Forgiveness is the veiling of wrong actions.
- Ibnu Arabi, Fushush al Hikam.
Pernikahan yang berkah termanifestasi ketika suami dan istri berfungsi menjadi pakaian untuk satu sama lain (1).
Salah satu fungsi pakaian adalah untuk menutup aurat juga kekurangan masing-masing.
Dalam pernikahan interaksi yang intens terjadi antara dua manusia yang mempunyai jenis kelamin dan sifat yang berbeda, latar belakang yang bisa jadi bertolak belakang, serta pengalaman hidup masing-masing dan hal lain yang membentuknya dari kecil hingga ia dewasa yang beragam. Perbedaan itu kerap kali menghasilkan friksi, gesekan yang kerap dirasa tidak nyaman. Semakin tajam friksinya semakin terasa ia menggerinda.
Jalaluddin Rumi berkata, `Menanggung dan menahan penindasan dari pasanganmu itu bagaikan engkau menggosokkan ketidakmurnianmu kepada mereka. Jika engkau telah menyadari tentang ini, maka buatlah dirimu bersih! Singkirkan dari dirimu kebanggaan, iri dan dengki, sampai engkau alami kesenangan dalam perjuangan dan penderitaanmu. Melalui tuntutan-tuntutan mereka, temukanlah kegembiraan jiwa. Setelah itu, engkau akan tahan terhadap penderitaan semacam itu, dan engkau tidak akan berlalu dari penindasan, karena engkau melihat keuntungan yang mereka berikan.`
Adalah hawa nafsu dan syahwat diri kita yang berselubung ego diri yang terlanjur lama tumbuh dan meraksasa di dalam diri yang merasa 'tertindas'. Adapun bagi jiwa, setiap proses penggosokan cermin qalb justru hal yang membuatnya semakin kuat karena semakin jernih cermin hati akan semakin terang memantulkan cahaya Ilahiyah dalam diri. Maka paradigma keberpasangan adalah bukan kita berupaya untuk mensucikan sang pasangan akan tetapi bagaimana menjadikan penyatuan yang suci ini sebagai jalan untuk berthaharah atau mensucikan diri. Rumi pun berkata,
`Siang dan malam engkau senantiasa berperang, berupaya mengubah akhlak dari lawan jenismu, untuk membersihkan ketidaksucian mereka dan untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan mereka. Lebih baik mensucikan dirimu sendiri melalui mereka daripada mencoba mensucikan mereka melalui dirimu sendiri. Ubahlah dirimu sendiri melalui mereka. Temuilah mereka dan terimalah apa saja yang mereka katakan, walaupun dari sudut pandangm ucapan mereka itu terdengar aneh dan tidak adil.´
Sungguh tidak mudah untuk menerima perlakuan atau perkataan yang kita anggap tidak adil akan tetapi jika kita ingin menjadi pakaian yang baik bagi pasangan maka harus kuat untuk memaafkan. Dengan memaafkan kita juga melepaskan hati dari beban amarah yang merusak dan dendam kesumat yang membebani perjalanan kita.
Karena kita tidak tahu kapan kiamat kecil (2) berupa ajal datang menjemput, semoga kita bisa menjelang maut dengan hati yang bersih.Aamiin.[]
-----
(1)“Istri-istri adalah pakaian untuk kalian. Demikian pula kalian merupakan pakaian untuk mereka”. QS. Al-Baqarah (2): 187.
(2) Dan sesungguhnya saat (kiamat) itu pasti akan datang, maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik. (QS Al Hijr 85)

Wednesday, April 12, 2017

Beautiful Music of Life

Jangan lah kau cemas
jika seutas dawai harpamu putus,
karena akan muncul
ribuan pengganti.

Dalam genggaman jemari Cinta
semuanya menjadi musik indah.

Wahai kawanku,
jika semua harpa dan seruling dunia terbakar,
masih ada sebuah harpa tersembunyi.

Nada dan iramanya
melayang sampai ke surga,
tapi tak sedikit pun terdengar
oleh telinga yang tuli.

Jangan lah kau khawatir
jika semua lampu dan lilin dunia padam,
karena batu-api sumbernya
tetap terjaga.

- Jalaluddin Rumi
(Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Mas Herman Soetomo)

Kesedihan adalah elemen penting bagi seorang pencari Tuhan
Ia adalah obat bagi kepongahan diri dan kelalaiannya mempersiapkan diri untuk menjelang kehidupan yang lebih nyata.

Bagaikan bayi yang tengah tumbuh dan berkembang di dalam rahim, dunia kita adalah rahim masing-masing jiwa yang melaluinya. Sebagaimana manusia lahir raganya di awal waktu maka ia sungguh harus mempersiapkan untuk kelahiran yang kedua, saat jiwanya kembali merengkuh fitrah dirinya. Karena Sang Penanam Benih mengharapkan agar diri sejati tumbuh dengan indah dan mulai mengenal-Nya.

Nabi Isa berkata `Dunia bagaikan jembatan menuju alam berikutnya, maka tidak ada yang membangun rumah di atas jembatan´.

Tidak ada yang membantah pastinya kematian. Walaupun seribu satu cara manusia berusaha membuat dirinya hidup seribu tahun lagi. Adalah kehendak-Nya penggal kehidupan di ujung selendai penciptaan ini berlangsung sangat singkat, Sang Nabi terakhir bersabda `Usia umatku 60 atau 70 tahun saja´.
Bagi sebagian besar manusia kematian adalah menyakitkan, karena ia pisau tajam yang memutuskan ia dengan segala keinginan dan angan-angannya.

Adapun segelintir manusia mulai mempersiapkan kain kafannya dengan merajut helai demi helai benang-benang keberserahdirian dan ketaqwaan. Baginya kalaupun besok kiamat hari ini ia akan masih menanam pohon, sebagaimana Kajeng Rasul amanahkan. Karena yang ia cari bukan semata hasil yang bisa dipetik di dunia akan tetapi menenun jaring asa (raja´) kepada Sang Maha Pengasih yang ia imani tidak pernah dan tidak akan mengecewakannya.

Saya, Anda, kita semua tengah bertarung dalam kemelut kehidupan masing-masing untuk ´menjadi´. Ada alasannya mengapa sang insan disebut ´human being´ so we are all becoming who we are supposed to be. Ciptaan tertinggi yang qalbnya sanggup menampung khazanah Sang Pencipta, tidak ada makhluk lain yang demikian canggih dalam merefleksikan Ar Rahman. Syaratnya adalah dengan suka cita menempuh aliran sungai takdir-Nya.

Dunia memang akan selalu menguji kita,
Saat kita merasa putus harapan dan bertemu jalan buntu,
`Jangan kau cemas karena akan muncul ribuan dawai pengganti.`
Saat amal soleh kita sepi dari tepuk tangan dan puja puji manusia,
Ketahuilah bahwa suaranya malah nyaring di langit-Nya, hanya terdengar oleh para shalihin, syuhada dan shiddiqiin dan tak mungkin terdengar oleh mereka yang masih tuli pendengaran hatinya.
Saat penghidupan kita sedang dikeringkan dan kita seperti tampak kurang sukses dalam pandangan manusia banyak, sesungguhnya ada yang sedang ditumbuhkan dan dinyalakan di dalam diri, maka bersabarlah!

Justru saat semua disambut dengan cinta dan ikhlas
Apapun akan menjadi untaian musik yang indah.
Di kehidupan sekarang apalagi di alam mendatang.

Saturday, April 8, 2017

Sudahkah bersiap benar untuk perjalanan panjang?

Perhatikan, mereka yang berencana melakukan perjalanan jauh ke luar negeri pasti bersiap dengan serius jauh-jauh hari, menabung, membeli pakaian yang pas dan mengumpulkan perbekalan lainnya.

Setiap manusia tanpa kecuali akan melakukan perjalanan panjang setelah kehidupannya berakhir di alam dunia yang sementara dan sangat singkat ini.
Namun tidak banyak yang serius mempersiapkan perbekalan untuk menjelang perjalanan panjang di depan mata.
Sedikit kemudian yang mulai menabung dan menata kehidupannya dalam visi menjelang kehidupan akhiratnya.
Lebih sedikit lagi yang bertafakur dan menelaah ke dalam diri apakah persiapannya sudah benar dan baik.[]

Monday, April 3, 2017

Menjadi Khalifah Bagi Diri

Dulu waktu saya pertama kali dapat pekerjaan sebagai manager di sebuah perusahaan farmasi saat interview dengan president director hampir saja ngga lolos sebabnya adalah karena berat badan saya. Lho kok bisa?
Iya saat itu saya sudah menempati posisi "wow enak" sebagai dokter, tinggal duduk dan pasien berdatangan, aktivitas fisik kurang dan makanan yang enak-enak pun tinggal pesan, saking overweight teman saya bilang saya seperti tong berjalan - duh malu mengingatnya.
Ada kalimat yang menohok dari sang pak president director, dia bilang, "kalau Anda tidak bisa memanage tubuh Anda sendiri bagaimana Anda bisa menjadi seorang manager dan memanage orang lain?"
.....
Nabi Shallallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: Ketahuilah! Masing-masing kamu adalah pemimpin, dan masing-masing kamu akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin. (HR Ibnu Umar).

Jiwa kita seharusnya menjadi pemimpin bagi diri yang didalamnya terdiri dari banyak rakyat berupa pikiran, keinginan, hawa nafsu, syahwat, cita-cita dsb. Konsep kepemimpinan dan kekhalifahan yang hakiki berawal dari kepemimpinan di dalam diri. Kalau kita pelajari Al Quran maka akan kita lihat bertaburan ayat yang mengajak manusia untuk membangun kerajaan Ilahiyah di dalam dirinya masing-masing.

Siapa itu khalifah?
Apa itu khalifatullah?
Kapan seseorang betul telah menjadi khalifah di bumi, sesuai dengan tujuan penciptaan sang insan yang dinyatakan Allah Ta'ala dalam Al Quran.
Meminjam logika pak president director, maka seseorang tidak mungkin berfungsi sebagai khalifah bagi umat di bumi kalau ia belum menjadi khalifah bagi dirinya sendiri.


Semua konsep ini tampaknya harus dipahami betul agar kita tidak ditolak oleh "Sang President Director".