Tangannya masih sigap melayani anak-anak SD yang mengelilinginya dengan gaduh, khas anak-anak, tidak sabaran. Satu persatu batagor yang ia telah potong-potong dimasukkan ke dalam kantung plastik, satu persatu juga anak-anak ia tanya "mau sambel kacang? pake kecap? pake kuah?" dengan senyum yang tak pernah lepas dari wajahnya dan sesekali melemparkan canda. Wajah ramah yang mewarnai hari-hariku di sekolah dasar 30 tahun yang lalu. Nyaris tidak ada yang berubah dari bapak penjual batagor ini, kecuali rambutnya yang memutih dan kulit yang makin mengeriput. Beliau tidak sendiri, pak penjual minuman, mang bakso dan pak penjaga sekolah adalah beberapa dari wajah yang setia pada pekerjaannya.
Dari sekian banyak orang yang ditakdirkan berpapasan dalam hidup, hanya sedikit orang yang meninggalkan jejak di hati. Mereka adalah salah satu di antaranya. Banyak orang mungkin memberikan label kepada mereka sebagai "orang kecil" barangkali berdasarkan nominal uang yang bisa mereka dapatkan. Namun bagi saya mereka adalah orang-orang yang besar, besar hatinya sedemikian rupa hingga memancar ke wajah dan memancarkan aura yang ramah dan menyenangkan. Bandingkan dengan orang-orang berpenghasilan besar yang mulutnya susah tersenyum dan cenderung sombong serta meremehkan orang. Membayangkannya saja hati sudah ciut dibuatnya.
“Janganlah kamu meremehkan satu kebaikan sedikit pun, meski hanya menemui saudaramu dengan wajah yang cerah.”
(Shahih Muslim)
Ada makna yang dalam dari seruan Rasulullah Saw di atas. Menampilkan wajah cerah sesungguhnya akan sulit bagi seseorang yang hatinya sibuk mencari dunia, ia akan cenderung menafikan momen "saat ini"nya dan luput untuk memberi makna dari aliran sungai kehidupan yang lewat di hadapannya. Tidak hanya itu karena sasaran pandangannya tertumpu pada pencapaian mimpinya, proyek-proyek besarnya, meeting-meetingnya dengan orang penting, presentasi menentukan di depan boss besar dll. Hingga lupa mengucapkan terima kasih pada petugas parkir yang membantu parkir kendaraannya, tak sempat mengucap salam kepada pak satpam dan mbak resepsionis yang selalu menjelang di pintu masuk gedung kantornya yang megah, boro-boro menoleh kepada pelayan restoran yang membantu menghidangkan makanan karena sibuk mengoperasikan gadgetnya.
Terima kasih abang penjual batagor. Bapak termasuk yang pertama kali menanamkan nilai agama kepada saya. Bukan dengan kata-kata disertai dalil yang mewah. Tapi melalui perilaku indahmu yang terpancar setiap saat engkau melayani kami anak-anak kecil usia sekolah dasar yang tidak sabaran. Melalui akhlak muliamu hadits Rasulullah Saw ini menjadi berbunyi dengan nyaring.
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang yang paling baik akhlaknya.” (HR. Ahmad)
No comments:
Post a Comment