"Sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri"." (QS. Al-Ahqaf: 15)
Imam al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya berkata, "Allah Ta'ala menyebutkan orang yang sudah mencapai umur 40 tahun, maka sesungguhnya telah tiba baginya untuk mengetahui nikmat Allah Ta'ala yang ada padanya dan kepada kedua orang tuanya, kemudian mensyukurinya."
Sebenarnya bersyukur itu sepanjang umur. Dan dikhususkan pada umur 40 tahun ini karena pada saat usia ini seseorang benar-benar harus sudah mengetahui segala nikmat Allah yang ada padanya dan pada orang tuanya, lalu ia mensyukurinya.
Konon pada di Yunani dahulu pemerintah memfasilitasi mereka yang berusia 35 tahun (menjelang 40 tahun) untuk banyak melakukan tafakur dan kontemplasi diri dengan mengurangi kegiatan dan pekerjaannya.
Dalam konteks kekinian, bisa jadi seseorang dikondisikan kehidupannya oleh Allah Ta'ala agar tercipta ruang-ruang perenungan yang dalam. Bisa jadi bisnisnya dibuat lesu untuk sementara, bisa jadi ia diserahi tugas untuk mengurus anak atau pindah tempat dan pekerjaan atau bahkan diberi kondisi fisik tertentu yang membatasi kegiatannya. Semua itu bentuk kasih sayang-Nya agar sang insan meluangkan waktu diantara setumpuk kegiatannya sehari-hari untuk meneropong ke dalam diri dan menggali kembali makna kebersyukuran yang hakiki. Karena kualitas seorang manusia ditentukan oleh sejauh mana ia mampu untuk bertafakur.[]
No comments:
Post a Comment