Manusia harus belajar dari kesabaran seekor trenggiling. Hewan ini memiliki lidah yang panjang untuk berburu makanannya yang berupa rayap dan semut. Cara ia menangkap makanannya sangat unik, yaitu dengan menjulurkan lidahnya yang panjang ke dalam sarang semut dan membiarkan semut-semut itu satu persatu menggigitnya hingga mereka mengira daging itu adalah makanan mereka. Ia harus diam sedemikian rupa agar tidak membuat kaget kawanan semut yang berkerumun di atasnya. Kemudian setelah sekian lama hampir seluruh permukaan lidah akan ditutupi oleh semut yang berkerumun di atasnya, mereka mulai menggigitnya dan mengelupas sedikit demi sedikit lapisan lidahnya. Lalu dalam satu gerakan cepat, "glek!" seluruh semut yang rata-rata berjumlah 15 ribu hingga 20 ribu sekali telan itu ditelan masuk ke dalam lambung sang trenggiling. Tahukah berapa banyak semut kira-kira dibutuhkan untuk memuaskan perut sang trenggiling yang kelaparan? Sekitar satu juta! Bayangkan sebanyak apa gigitan yang harus ditanggung oleh seekor trenggiling.
Adapun manusia, apa yang kita inginkan? Kebahagiaan sejati? SurgaNya? RidhoNya? Jika itu yang diinginkan maka manusia harus sanggup menanggung sekian banyak gigitan. Gigitan berwujud kesulitan ekonomi, konflik dengan teman, masalah di kantor, tetangga yang rewel, kondisi kesehatan, keluarga yang membuat kecewa, ribut dengan pasangan, argumen tajam dengan anak dan seribu satu macam dinamika dunia akan menggigit hati kita. Kita harus menahan rasa sakitnya, harus tegar menghadapinya, lalu 'glek!' telan bulat-bulat dengan kearifan dan kesabaran.
Jika kehidupan menggigitmu, telanlah seperti halnya seekor trenggiling menelan semua itu untuk kebaikan dirinya.
(Adaptasi dari petuah Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen, "The Anteater Endures Many Bites." The Bawa Muhaiyyadden Fellowship, Philadelphia 1981.)
No comments:
Post a Comment