Wednesday, August 23, 2017

Belajar Tawakal Dari Kumbang Australia

"Looks can be deceiving". Apa yang kita tangkap dengan panca indera tidak mumpuni untuk disebut sebagai suatu kebenaran karena jangkauan persepsi manusia sangat terbatas.

Terburu-buru menyimpulkan sesuatu berdasarkan informasi apa adanya yang ditangkap oleh panca indera adalah bagaikan menggambarkan apa itu komputer semata berdasarkan deskripsi yang nampak di layar monitor. Padahal banyak aspek komputer seperti motherboard, CPU, RAM dll yang sangat penting untuk menentukan bagaimana sebuah komputer dapat bekerja dengan baik.

Demikianlah, jika hanya mengandalkan kesan yang diperoleh melalui panca indera banyak hal yang kita anggap kebenaran ternyata terbukti salah sekian waktu kemudian. Misalnya anggapan bahwa bumi itu datar karena sejauh mata memandang bumi terlihat datar ternyata kemudian bisa dibuktikan tidak benar dengan adanya teleskop yang melayang di ruang angkasa. Pun dulu orang mengira bumi adalah pusat dari jagad raya karena segala sesuatunya terlihat mengelilingi bumi, namun pemahaman ini dibuktikan tidak tepat di kemudian hari.

Bicara tentang keterbatasan nalar dan indera. Salah persepsi ini bisa berakibat fatal bagi spesies kumbang tertentu di Australia yang terancam punah lantaran pada periode waktu tertentu para kumbang jantan tidak mau membuahi sang betina karena terpikat 'ke lain hati', demikian sebuah penelitian yang dilakukan oleh Darryl Gwynne dari Universitas Toronto Mississauga.

Ia menemukan penyebab mengapa para kumbang jantan tersebut tidak mau membuahi betinanya yaitu karena mereka lebih memilih mendekati botol-botol bir bekas yang bergelimpangan yang mereka anggap betina dalam bentuk jumbo, sepertinya mereka menganut paham "the bigger the better".

Ini kasus unik "mistaken attraction", yaitu tertarik pada sesuatu yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Para kumbang jantan itu mengira obyek yang berwarna coklat dan memiliki lekukan tubuh sebagai versi kumbang betina yang lebih aduhai dan lebih besar dan entah kenapa mereka betah berlama-lama berdekatan dengan obyek yang sebenarnya berupa botol bir bekas itu hingga para spesies betina dibiarkan, dan hal itu terjadi secara massal seiring dengan tingkat pencemaran lingkungan yang meningkat di Australia. Sedemikian rupa hingga kabarnya pemerintah Australia membuat kebijakan melarang produksi botol berwarna coklat untuk melindungi spesies kumbang yang malang itu.

Begitulah kalau hanya sekadar mengandalkan informasi yang bisa ditangkap oleh panca inderawi banyak hal yang tak terbaca disana. Fenomena kumbang yang mengawini botol bir bekas itu tidak jarang terjadi dalam kehidupan manusia. Ada yang memilih jodoh berdasarkan perkenalan dan informasi yang terbatas yang kemudian dirundung banyak kekecewaan di tahun pertama pernikahan dan tidak jarang berakhir dengan perceraian. Ada yang memilih pekerjaan sekadar tergiur dengan titel dan gaji yang sedikit lebih besar lalu di kemudian hari ternyata tidak betah di pekerjaannya karena kondisi lingkungan kerja yang tidak mendukung. Ada yang memilih sekolah yang dianggap elit dan favorit kemudian terkena musibah karena sang anak malah menderita.

Demikianlah, manusia memang memiliki keterbatasan dalam meraba dan membaca kehidupan jika hanya mengandalkan nalar dan panca indera semata. Secanggih apapun rancangan manusia tetap terantuk oleh tirai besar bernama masa depan yang gaib, tidak ada yang bisa memastikan apakah dirinya masih hidup bulan depan, minggu depan, besok, atau bahkan satu jam ke depan. Sang Rabb memang demikian baik dalam memelihara semua ciptaan hingga sebagian besar mengira semua ini terjadi otomatis begitu saja, padahal "Dia setiap saat selalu dalam kesibukan."(QS Ar Rahman: 29). Artinya setiap saat semua makhluk begitu tergantung kepada-Nya, hingga kalau Tuhan mengantuk sesaat saja alam semesta akan hancur. Oleh karena itu tidak ada yang lepas dari pengaturan-Nya Yang Maha Kuasa.

Kembali ke kasus "salah pilih" sang kumbang Australia tadi. Kita pun bisa jadi merasa salah menentukan pilihan di satu titik dalam kehidupan. Walaupun sebenarnya secara hakikat tidak ada yang salah dalam semua ciptaan-Nya, artinya kalau sudah terjadi itu pasti ada kebaikan di dalamnya, masalahnya manusia harus menggali dalam-dalam hikmah yang tersimpan di semua kejadian. Maka yang paling penting sebelum membuat keputusan adalah doa yang dipanjatkan kepada-Nya, dengan permohonan itu kalaupun yang terjadi tidak seperti diharapkan kekuatan iman akan membantu kita melihat sisi positif dan kita pun menjadi tetap kuat dan optimis. Sebaliknya kalau ternyata memang berhasil ia tidak terjebak dalam kesombongan dan bangga diri karena menyadari bahwa kesuksesan itu semata-mata karena Dia mengijinkan terjadi.

Manusia yang tidak bergeming dengan gunjang-ganjing dan pasang surut kehidupan itu adalah mereka yang sudah mempunyai cahaya iman dalam hatinya.

“Sungguh menakjubkan urusan seorang mukmin, semua urusannya adalah baik baginya. Hal ini tidak didapatkan kecuali pada diri seorang mukmin. Apabila mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya. Sebaliknya apabila tertimpa kesusahan, dia pun bersabar, maka yang demikian itu merupakan kebaikan baginya.”
(HR Muslim).

Ihwal mengambil keputusan bukan perkara mudah, karena kita berurusan dengan area gaib yaitu masa depan. Tapi seorang mukmin memang selaiknya "beriman kepada yang gaib"(QS Al Baqarah :3). Artinya menyerahkan dan lebih bersandar kepada kekuatan dan rencana-Nya dibanding sebaik apapun analisa dan persiapan yang dilakukan. Memang manusia wajib mengoptimalkan ikhtiar, sebagaimana sabda Rasulullah, "ikatlah untamu terlebih dahulu" - sebelum seorang sahabat beristirahat, karena dikhawatirkan sang unta akan lari. Tantangannya adalah tidak menyandarkan diri kepada ikhtiar itu akan tetapi hati lebih bersandar kepada kuasa-Nya. Itu bisa jadi yang melambungkan manusia menjadi lebih tinggi derajatnya dari para kumbang Australia tadi.[]


No comments:

Post a Comment