Sunday, April 18, 2021

 

Rasulullah saw bersadbda: Ada empat hal yang merupakan penderitaan, yaitu: pandangan yang picik; hati yang keras; keinginan yang menggebu-gebu; dan cita-cita yang berkepanjangan.

(Riwayat Abu Na’im)

 

Awasi keempat hal ini, karena biasanya derita yang kita alami karena kita kurang makrifat kepada-Nya, kurang paham kaidah kehidupan dan menyandarkan diri kepada selain-Nya.

 

1. Hindari pandangan yang picik

Melihat kehidupan dengan sudut pandang yang negatif. Melihat pembagian rezeki-Nya dalam kehidupan dengan tidak puas. Rekan kantor dapat promosi dan kita tidak lalu kita ngedumel, itu memandang dengan picik. Tetangga renovasi rumah dan beli mobil baru, lalu kita iri – itu pandangan yang picik. Teman mendapat kebahagiaan lalu kita cemburu, itu pandangan yang picik.

 

Kenapa orang bisa memandang kehidupan dengan picik? Karena kurang tauhidnya, bahwa Allah sudah mengkadar rezeki dengan sebaik-baiknya. Tidak ada istilah rezeki kita direbut orang, itu adalah ketidakpahaman kita dalam memandang kehidupan. Juga orang memandang picik kehidupan karena kurang yakin bahwa semua yang Allah izinkan terjadi tak lain hanya mendatangkan kebaikan semata. Dengan demikian yang bersangkutan harus banyak-banyak berdzikir dan menghayati kalimat tauhid “laa ilaa ha ilallah”

 

2. Waspadai hati yang keras

Hati yang sulit memaafkan, susah untuk “let go” dan “move on”. Hati yang tidak mau menutupi kekurangan orang lain dan malah mengumbarnya. Hati yang keras membuat seseorang sulit untuk bermunajat kepada-Nya. Karena ia bengis terhadap orang lain, maka itu membuat cahaya kelembutan-Nya menjadi redup. Ia pun tak bisa menangis dalam doa kepada-Nya dan tidak bisa menikmati saat shalat – berhadapan dengan Sang Rabbul ‘alamiin.

 

Kenapa hati menjadi keras? Karena kurang berdzikir kepada-Nya. Mengingat-Nya itu harus dalam setiap hembusan dan tarikan nafas. Ingat kepada-Nya membawa cahaya. Cahaya itu akan melembutkan hati dan menyibakkan sekian hijab yang menyelubunginya.

 

3. Matikan keinginan yang menggebu-gebu

Keinginan yang menggebu-gebu tanda itu ditunggangi oleh hawa nafsu. Jika kita merasakan ada gemuruh perasaan menggebu-gebu, ingin ini dan itu, ingin meraih ini dan itu. Coba ajak dia lari marathon. Jangan biarkan kita menjadi budak keinginan kita yang ingin dikabulkan apapun maunya secepatnya. Jika itu yang terjadi, biasanya akan berakhir dengan penyesalan dan akan berat pertanggung jawabannya di akhirat nanti. Salah satu cara untuk menapis apakah sesuatu itu hawa nafsu atau bukan, ukur dia dengan dua hal. Satu hal adalah yang terkait dengan kemampuan yang berasal dari diri sendiri dan ukur dengan kesempatan yang ada di sekitar kita, termasuk keadaan anak, pasangan, keuangan, pekerjaan dsb. Ciri hawa nafsu – karena ia akan berkongsi dengan syaithan- adalah dia cenderung tergesa-gesa. Maka jangan langsung mengeksekusi sebuah keinginan dalam tempo waktu yang singkat. Bawa ia berlari lama dan perhatikan perubahannya.

 

Karena keinginan menggebu biasanya datang dari kekuatan hawa nafsu dan syahwat, kadang Allah menurunkan pertolongan-Nya dengan sekian banyak peristiwa kehidupan yang berfungsi efektif melemahkan hawa nafsu dan syahwatnya. Bisa jadi sebuah perubahan di dalam karir dan rumah tangga yang meruntuhkan egonya. Bisa jadi diberi sakit yang melemahkan syahwatnya dll. Bisa jadi diberi ujian kehilangan sesuatu yang ia cintai dan ujian yang bernuansa kematian untuk melemahkan daya hawa nafsu dan syahwatnya terhadap dunia. Tapi ingat bahwa Allah tak pernah setitik pun menzalimi hamba-Nya. Jadi kesulitan yang kita alami itu bersumber dari keburukan diri sendiri yang tengah Allah sucikan dalam kehidupan, agar kita selamat di dunia dan akhirat. Maka yang biasakan berdzikir “alhamdulillah” dengan apapun yang ada, tak perlu terburu-buru untuk mengejarnya dan nikmati apa yang ada.

 

4. Amati cita-cita yang berkepanjangan

Ini berkaitan dengan butir ketiga di atas. Bisa jadi ada hawa nafsu yang menyelip dan bisa memiliki stamina berkepanjangan. Tapi jika sesuatu itu sebenarnya bukan yang haq untuk kita, hati nurani akan bicara dan semestanya akan memberikan tanda-tanda. Misal, ada yang merasa jatuh cinta dengan seseorang yang sebenarnya bukan hak bagi dirinya, itu kadang bisa membutakan. Atas nama cinta yang menggebu ia bisa membungkam hati nuraninya sendiri dan mengacuhkan peringatan yang datang dari kiri dan kanannya. Obat untuk menghadapi keadaan seperti ini harus shalat dengan baik diiringi dengan istighfar banyak-banyak dan jika sanggup shaum sunnah untuk melemahkan kekuatan hawa nafsu dan syahwatnya. Hanya jika daya hawa dan syahwat melemah maka suara Ilahiyah akan mulai terdengar kembali.

 

Rasulullah saw melarang umatnya berpanjang angan-angan. Bukan berarti tidak boleh merencanakan sesuatu di masa depan. Tapi angan-angan itu yang membuat dia tidak menikmati kehariiniannya. Panjang angan-angan itu sebuah skenario ilusi psikologis di masa depan, karena sebenarnya ia tidak puas dengan kehidupan yang ada saat ini. Jadi sesuatu yang tidak produktif dan tidak mendatangkan solusi praktis di hari ininya. Dia harus lebih memahami tasbih “subhanallah” agar bisa mengalir dengan suka cita dalam aliran takdir-Nya.

 

Wallahu’alam

(Catatan Kajian Suluk Online Grup, 18 April 2021/6 Ramadhan 1442 H)

No comments:

Post a Comment