Dulu saya salah strategi dalam menghadapi kehidupan. Terlalu berfokus pada ambisi pribadi, sementara takdir menggiring kita ke arah yang berlawanan. Tentu pontang-panting menghadapinya. Mau sekuat apapun mencoba mengoyak tirai takdir dan pindah ke takdir lain selaly gagal. Berakhir dalam kekecewaan dan kemarahan. Jadinya saya kurang menikmati kehidupan, sama suami banyak mengeluh, jadi galak sama anak-anak. It was really tough… My first three years in the Netherlands.
Lama-lama saya berkata kepada diri sendiri, “Kamu mau hidup seperti ini terus? Menggadaikan kebahagiaan pada obyek-obyek di luar dirimu”. Tapi memang tidak mudah, tarikan-tarikan ambisi, obsesi dan waham itu demikian mencengkeram. Maka langkah pertama saya adalah dengan memperbaiki shalat dan menambah ibadah shalat sunnah saya sebagai sebuah ikhtiar memperkuat jiwa ditambah dengan banyak dzikir dan istighfar. Dan saya bersaksi sampai sekarang itulah cara yang paling ampuh, “Mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat” (QS 2:45). Demi Allah, it works everytime.
Itulah titik balik saya dalam belajar mensyukuri peran baru sebagai istri dan ibu di negeri seberang. Dunia saya di awal waktu seperti dijungkirbalikkan dan saya betul-betul kewalahan menghadapinya. Padahal sebenarnya kalau tawakalnya bagus sama Allah ya tenang saja mau dibolak-balik bagaimanapun toh tetap dalam genggaman Allah. Dia tak pernah menelantarkan hamba-Nya. Itu yang kurang saya imani sebelumnya.
Yang saya saksikan, seiring dengan saya mengubah cara pandang dan penyikapan terhadap kehidupan, kok orang-orang sekitar kita juga jadi berubah lebih anis, kooperatif, memudahkan dan bahkan rezeki mengetuk pintu dengan sendirinya, padahal sebelunya dikejar-kejar pun susah. Itu ajaib. Saya jadi semakin yakin bahwa medan yang sebenarnya dalam kehidupan itu pertarungannya di dalam diri sendiri. Karena suluk adalah sebuah perjalanan untuk menaklukkan diri. Menundukkan si ego yang selalu ingin eksis dan tidak mau kalah. Membuat bertekuk lutut kebanggaan dalam diri yang selalu ingin dipuji dan merasa benar. Mensujudkan si pikiran yang selalu punya agenda dan keinginannya sendiri dan lupa bahwa hidup ini Dia yang punya.
Kita sering lupa bahwa hidup ini adalah papan catur-Nya. Ada aturan main yang harus diikuti. Ada tirai-tirai takdir yang tak tertembus. Dan ada harta-harta hikmah yang terpendam di setiap kotak langkahnya. Tinggal terserah kita mau hanya menjalani kehidupan yang fisik dan terlinta-lunta di alam sebab akibat atau mau menggali hakikat lain and see beyond. Seperti perkataan Morpheus kepada Neo dalam film The Matrix,
"You take the blue pill... the story ends, you wake up in your bed and believe whatever you want to believe. You take the red pill... you stay in Wonderland, and I show you how deep the rabbit hole goes."
No comments:
Post a Comment