Lidahku kelu di hadapan-Mu
Rencana-rencana indahku menjadi hambar jika tak ada restu-Mu di dalamnya
Hatiku membuncah dengan kebahagiaan manakala lirikan-Mu menerpanya
Rencana-rencana indahku menjadi hambar jika tak ada restu-Mu di dalamnya
Hatiku membuncah dengan kebahagiaan manakala lirikan-Mu menerpanya
Tuhan, betapa menyakitkan keterpisahan ini
Kerinduan yang tak terperi yang tak dapat diisi oleh apapun kecuali Engkau
Aku ingin belajar menjadi pencinta-Mu yang tangguh
---
Wajahku hancur menjadi debu
Nyeri membara di sekujur ragaku
Hatiku berdarah perih oleh deraan ujian kehidupan
Namun diamlah, jangan mengeluh
Aku tahu engkau lelah, tapi ayo tetaplah jalan karena ini satu-satunya jalan
Diamlah dengan khusyu, seperti harpa dalam pelukan pemainnya
Karena Dia sedang memainkan lagu kehidupan kita masing-masing
Semua pengorbananmu akan diganti dengan kenikmatan yang jauh lebih besar
Tidaklah engkau merasakan sakit melainkan Ia kirimkan obatnya
Tidaklah engkau menangis melainkan Ia sedang mengecup mesra bibirmu
Diamlah, karena ini pun akan berlalu...
Kerinduan yang tak terperi yang tak dapat diisi oleh apapun kecuali Engkau
Aku ingin belajar menjadi pencinta-Mu yang tangguh
---
Wajahku hancur menjadi debu
Nyeri membara di sekujur ragaku
Hatiku berdarah perih oleh deraan ujian kehidupan
Namun diamlah, jangan mengeluh
Aku tahu engkau lelah, tapi ayo tetaplah jalan karena ini satu-satunya jalan
Diamlah dengan khusyu, seperti harpa dalam pelukan pemainnya
Karena Dia sedang memainkan lagu kehidupan kita masing-masing
Semua pengorbananmu akan diganti dengan kenikmatan yang jauh lebih besar
Tidaklah engkau merasakan sakit melainkan Ia kirimkan obatnya
Tidaklah engkau menangis melainkan Ia sedang mengecup mesra bibirmu
Diamlah, karena ini pun akan berlalu...
*adaptasi dari puisi Jalaluddin Rumi
Amsterdam, 8 Juli 2015
2.11 pm
2.11 pm
No comments:
Post a Comment