Sunday, October 11, 2015

Mengejar Yang Tak Pernah Musnah

Apabila seluruh manusia dari berbagai ras dan suku bangsa ingin hidup berdampingan dalam damai, mereka harus memiliki iman yang dalam terhadap Tuhan. Inilah sebenarnya satu-satunya warisan terpenting umat manusia.
Adalah Tuhan yang mengirimkan para nabi yang jumlah seluruhnya sebanyak 124.000, dan 25 nabi di antaranya tercantum namanya dalam Al Qur'an. Mereka semua diutus untuk menjadi saksi dan mengajarkan tauhid, bahwa tiada tuhan selain Allah; untuk mempersatukan umat manusia dalam iman kepada Sang Pencipta, sehingga seluruh umat manusia dapat hidup berdampingan dalam damai dan suasana penuh toleran sebagaimana satu keluarga besar yang saling mengasihi.
Jikalau saja manusia memahami pesan yang ingin Tuhan sampaikan, mereka tentu tidak akan baku-hantam dan menumpahkan darah serta merusak tatanan kehidupan dunia. Tapi nyatanya, setiap daerah dimana para utusan-Nya datang manusia selalu terpecah. Ada yang berjuang atas nama agama, tapi sebenarnya bukan atas nama Tuhan; ada yang terjebak pada perbedaan rasial dan bentuk-bentuk lahiriah lainnya dan lupa bahwa semua adalah ciptaan-Nya Yang Esa. Namun untunglah masih ada sebagian kecil yang masih memiliki iman kepada Tuhan. Mereka yang meyakini Tuhan dan menerima semua utusan-Nya juga percaya bahwa semua umat manusia adalah anak-anak Adam, yang selaiknya saling menghormati dan mengasihi.
Sayangnya, sebagian besar manusia hanya tenggelam dalam perlombaan mencari ketenaran, pangkat, ketinggian kedudukan di mata manusia, perlombaan memperbanyak harta, status sosial, dan serangkaian aktivitas yang merusak atas nama Tuhan. Mereka yang tidak menampilkan wajah cinta-damai, toleran dan kesamaan derajat antar sesama. Mereka itu yang termakan ego pribadi, menganggap diri dan golongannya lebih baik daripada yang lain, melibas mereka yang berbeda dan tidak menghargai nilai-nilai perdamaian.
Demikianlah, manusia berlomba-lomba memperindah dunia dan meraih kejayaan dirinya dalam konstelasi bumi yang fana. Bukankah kejayaan peradaban memang datang silih berganti di muka bumi, semua ada batas usianya. Perhatikanlah bahwa bagian yang dahulunya laut dalam beberapa waktu muncul menjadi daratan. Bagian dimana dulu hutan belantara kemudian menjadi kota metropolitan, juga yang duluna kota besar kini hancur berkeping-keping menjadi gurun. Di berbagai belahan dunia banyak konstelasi peradaban berubah sekejap oleh sapuan perang, tsunami, gempa bumi, kebakaran hebat atau angin puting beliung.
Sehebat apapun peradaban yang dibangun oleh manusia, semegah apapun bangunan yang ditegakkan, secanggih apapun teknologi saat itu, segemerlap apapun pencapaian seseorang akan tiba saatnya ketika semua bagai debu yang diterbangkan angin, yang sekian ratus dari sekarang mungkin hanya dibicarakan oleh sedikit orang. This is the truth.
Oleh karenanya anakku, mari bersatu dan menegakkan dalam diri masing-masing sesuatu yang tidak akan pernah musnah oleh zaman. Mari mengabdi kepada-Nya dengan benar. Dia Yang Maha Kasih. Dia yang bisa jadi diseru dengan berbagai nama dalam beberapa bahasa: God, the +ne, Andavan, Rahman, Adonai, Allah atau Yahweh, namun Ia masih Tuhan Yang Satu. Hendaknya masing-masing kita memahami hal ini dan menjauhankan diri dari bercerai-berai.
(Adaptasi dan Terjemahan dari, "Islam and World Peace", Muhammad Raheem Bawa Muhaiyaddeen)

No comments:

Post a Comment