Sebenarnya yang membuat manusia menderita adalah pikiran dan keinginannya sendiri yang tidak terkendali. Tingkah laku kita yang grasa-grusu dan tidak sabaran berakibat mengoyak-ngoyak benteng kesabaran dalam diri sendiri. Akhirnya kebanyakan manusia terjebak dalam ilusi pikirannya, "seandainya saya punya ini saya pasti lebih bahagia, seandainya saya menikah dengan si anu pasti surga dunia, "dan berbagai jembatan-jembatan maya yang melayang di dalam benak terbentang dari momen saat ini ke negeri antah berantah yang entah kapan terlaksana. Tentu ada batas tipis antara keinginan yang disertai adanya kesempatan dan kemampuan dibandingkan dengan mengharapkan pepesan kosong.
Tidak ada lain untuk bisa menenangkan diri di tengah gelombang kehidupan yang kadang menggila - selain dengan menguatkan urat kesabaran kita masing-masing. Sabar menunggu penyelesaian masalah dari Allah setelah kita ikhtiar yang optimal. Bukankah Allah juga yang menciptakan langit dan bumi dalam waktu enam hari, sedangkan mudah saja bagi Dia untuk menciptakan semuanya dalam sekejap mata. Artinya alam semesta naturnya adalah berproses. Sama dengan diri kita, kita terlahir tidak langusng dewasa, berproses dari mulai bayi yang tidak punya gigi, kemudian belajar tengkurap, merangkak, berjalan dsb. Semua ada masanya, kita harus mengerti dan menghargai sunatullah ini.
No comments:
Post a Comment