Monday, March 2, 2015

Hak-hak Suami

Menikah merupakan bentuk pengabdian seorang istri kepada suami.
Ketaatan kepada suami merupakan kewajiban mutlak bagi seorang istri, selama ketaatan itu bukan dalam kemaksiatan.

Rasulullah saw bersabda, “Jika seorang istri meninggal dunia dan suaminya dalam keadaan ridha kepadanya, maka ia akan masuk surga.”

Dikisahkan seorang pria akan bepergian jauh. Ia berpesan kepada istrinya agar tidak turun ke lantai bawah rumahnya. Pada suatu hari, ayah perempuan yang berada di lantai bawah itu jatuh sakit. Perempuan itu ingin menengok ayahnya yang sakit, namun ia teringat pesan suaminya. Akhirnya, ia mengirim seorang utusan kepada Rasulullah saw untuk menanyakan apa yang seharusnya ia lakukan. Lantas Rasulullah saw menyampaikan pesan, “Taatilah suamimu!”
Karena sakitnya semakin parah, ayah perempuan itu meninggal dunia. Lalu perempuan itu mengirim seorang utusan lagi kepada Rasulullah saw untuk menanyakan apa yang harus dilakukannya. Rasulullah saw kembali menyampaikan pesan, “Taatilah suamimu!”
Akhirnya, ayah perempuan itu dikuburkan. Lalu Rasulullah saw menyampaikan pesan kepada perempuan itu bahwa Allah telah mengampuni dosa-dosa ayahnya karena ketaatannya kepada suaminya.

Rasulullah saw bersabda, “Neraka telah diperlihatkan kepadaku. Aku melihatnya, lalu tampaklah kebanyakan penghuninya adalah kaum perempuan.”
“Apa sebabnya, ya Rasulullah?” tanya para sahabat.
“Karena kaum perempuan banyak mencela suami dan melupakan jasa baik mereka,” jawab Rasulullah saw.

Rasulullah saw bersabda, “Surga telah diperlihatkan kepadaku. Aku melihat sedikit sekali kaum perempuan di dalamnya.”
“Di manakah kaum perempuan, ya Rasulullah?” tanya para sahabat.
“Mereka disibukkan oleh perhiasan dan pakaian.”

‘Aisyah r.a. menceritakan bahwa seorang gadis datang kepada Rasulullah saw lalu berkata, “Ya Rasulullah, saya akan dilamar, namun saya tidak suka menikah. Apakah hak seorang suami atas istrinya?”
Rasulullah saw menjawab, “Jika di atas telapak kaki suamimu ada nanah lalu kamu menjilatinya, kamu belum dianggap memenuhi haknya.”
Gadis itu berkata, “Jika demikian saya tidak akan menikah saja.”
Rasulullah saw bersabda, “Jangan begitu. Kamu harus menikah karena banyak kebaikan di dalamnya.”

Ibnu Abbas bercerita bahwa seorang perempuan dari Khats’am datang kepada Rasulullah saw. Lalu ia berkata, “Aku seorang janda yang ingin menikah. Apakah hak suami atas istrinya?”
Rasulullah saw menjawab, “Sebagian dari hak suami adalah jika ia ‘menghendaki dirimu’, kamu tidak boleh menolak sekalipun saat itu kamu berada di atas punggung unta. Kamu tidak boleh memberikan sesuatu tanpa izinnya. Jika kamu tetap mengerjakannya, dosanya bagimu sedangkan pahalanya bagi suamimu. Janganlah kamu berpuasa sunnah tanpa seizinnya. Kalau kamu tetap mengerjakannya, rasa lapar dan hausmu tidak akan diterima Allah. Jika kamu pergi dari rumahmu tanpa seizinnya, malaikat akan melaknatmu sampai engkau kembali lagi ke rumah atau bertaubat.”

Rasulullah saw bersabda, “Seandainya aku memerintahkan seseorang untuk sujud kepada manusia, aku pasti akan memerintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya, karena besarnya hak suami atas istrinya.”

Rasulullah saw bersabda, “Waktu terdekat bagi seorang perempuan kepada Tuhannya adalah saat ia berada di rumahnya. Shalatnya di halaman rumahnya adalah lebih baik daripada shalatnya di masjid. Shalatnya di dalam rumah adalah lebih baik daripada shalatnya di halaman rumah. Shalatnya di kamar adalah lebih baik daripada shalatnya di rumah, padahal kamar itu masih terdapat di dalam rumah juga. (Hal ini adalah untuk menunjukkan bahwa kamar lebih tertutup).

Rasulullah saw bersabda bahwa perempuan itu adalah aurat (tidak boleh dilihat). Jika ia keluar rumah, setan akan menghiasinya. Beliau pun berkata bahwa seorang perempuan mempunyai sepuluh aurat. Jika ia menikah, suaminya menutup satu auratnya. Lalu, jika ia meninggal dunia, kubur menutup seluruh auratnya.

Hak-hak suami atas istrinya sangat banyak. Namun yang terpenting hanya dua:
  1. Menjaga diri dan diam di rumah.
  2. Tidak menuntut suami dengan sesuatu yang tidak dibutuhkan dan menjaga diri dari memakan sesuatu dari pekerjaan yang haram. Kebiasaan perempuan salaf jika suaminya akan pergi bekerja, mereka berkata, “Jauhilah olehmu mencari pekerjaan dengan cara yang haram. Sesungguhnya kami dapat bersabar dengan menahan lapar dan kesulitan, namun tidak dapat bersabar jika dihadapkan kepada api neraka.”

Sekelompok laki-laki bertanya kepada seorang perempuan yang ditinggal bepergian oleh suaminya, “Apakah engkau rela ditinggal pergi suamimu, sedangkan ia tidak meninggalkan nafkah sedikit pun?”
Perempuan itu menjawab, “Sepanjang yang saya ketahui, suami saya hanyalah orang yang bisa makan, bukan pemberi rezeki. Saya mempunyai Tuhan Pemberi Rezeki. Jika orang yang hanya bisa makan pergi, maka tinggallah saya dengan Pemberi Rezeki.”

Di antara kewajiban seorang istri adalah tidak menghambur-hamburkan uang suaminya, bahkan seharusnya ia menghematnya. Rasulullah saw bersabda, “Seorang istri tidak diperbolehkan memberikan makanan tanpa izin suaminya sekalipun kurma basah yang dikhawatirkan busuk jika tidak dimakan. Jika seorang istri memberikan makanan atas izin dan kerelaan suaminya, ia akan memperoleh pahala sebagaimana yang diperoleh suaminya. Namun, jika ia memberi makanan tanpa kerelaan suaminya, suaminya akan mendapat pahala sedangkan ia mendapat dosa.”


Orang tua berkewajiban mendidik anak perempuannya tentang tata krama kepada suaminya. Sebagaimana yang dilakukan Asma’ binti Kharijah al Farazi. Ia berkata kepada anak gadisnya yang baru menikah, “Putirku, kini engkau akan meninggalkan rumah tempat engkau dibesarkan. Engkau akan pindah ke rumah orang yang tidak engkau ketahui sebelumnya. Jadilah engkau bumi agar suamimu menjadi langit bagimu. Jadilah engkau hamparan baginya agar ia menjadi tiang bagimu. Jadilah engkau hamba perempuan baginya agar ia menjadi hamba laki-laki bagimu. Janganlah engkau menjauhinya. Jagalah hidung, pendengaran, dan matanya. Jangan biarkan hidungnya mencium sesuatu darimu kecuali bau harum. Janganlah biarkan ia mendengar sesuatu darimu kecuali perkataan yang baik. Janganlah pula engkau biarkan ia melihat sesuatu darimu kecuali keindahan.”

(Syaikh Abdul Qadir Jailani)

No comments:

Post a Comment