Kalau saya renungkan, warisan terbaik almarhum ayah dan
nenek saya adalah akhlak mereka, bagaimana mereka melakukan sesuatu dan merespon
kehidupan dengan segenap kebaikan yang mereka miliki. Warisan ilmu yang mereka tebar
utamanya melalui akhlak dan kebajikan yang mereka lakukan lebih dalam gaungnya ke
dalam hati saya dibandingkan semua warisan lahiriyah yang terbatas dan mudah
habis dalam sekejap. Dari almarhumah nenek saya belajar konsisten membaca surat al waqi’ah setiap hari, sesuatu yang konsisten
beliau lakukan bahkan hingga hari-hari jelang kepergiannya walaupun dalam
keadaan fisik yang mulai menurun. Dari almarhum ayah saya belajar untuk selalu
melihat cahaya bahkan dalam sebuah kegelapan yang menyelimuti sekelam apapun,
beliau selalu berjuang melihat kebaikan yang kemudian dituangkan dalam bentuk
tulisan.
Orang tua sering dibuat khawatir oleh masa depan anaknya,
hingga dalam upaya untuk mengamankan segenap keturunannya tidak sedikit yang
panik dan jatuh dalam keadaan memaksakan diri hingga menghalalkan berbagai cara
demi menjaminkan kesejahteraan masa depan anak cucunya. Merencanakan masa depan
itu baik dan wajib, tapi berlebihan melakukannya bahkan memaksakan diri itu
sudah melabrak pagar agama. Tentunya tidak semua orang diberi kemudahan untuk
menabung atau berinvestasi. Karenanya tidak perlu berkecil hati, karena
sebaik-baik ‘asuransi’’ dan jaminan tentu datang dari Sang Pencipta yang lebih
mencintai anak-anak kita dibanding kita sendiri. Lebih jauh Allah Ta’ala memberikan
solusi ihwal persiapan yang terbaik untuk menjamin keturunan kita dalam QS An
Nisaa [4]: 9
Dan hendaklah takut kepada Allah
orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang
lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang kuat.
Kata “takut” dalam ayat di atas menggunakan
kata “yakhsya” sebuah takut tingkat tertinggi, melebihi dua jenis kata “takut”lain
yang ada dalam Al Quran seperti “khawf” dan “rahbah”. “Yakhsya” adalah takut
kepada Dzat-Nya. Bukan hanya takut kepada perbuatan Allah. Dalam konteks takut meninggalkan
anak-anak yang lemah disini, mestinya harus lebih takut meninggalkan generasi
penerus yang lemah imannya dibandingkan semata takut meninggalkan anak yang
kurang pandai, tidak bisa sekolah tinggi, tidak punya rumah, tidak punya
pekerjaan baik, atau tidak bisa memenuhi kesejahteraan hidupnya.
Kunci mempersiapkan generasi yang kuat
adalah dengan ketaqwaan orang tuanya, yang dengan jalan taqwa itu Allah akan
mengajarinya ilmu. Dengan ilmu itu ia bisa melakukan perbuatan yang tinggi –
yang disimbolkan dengan “perkataan yang kuat” (qaulan sadida). Bagi saya tidak
ada pengganti yang lebih baik dibanding contoh kehidupan yang telah dilakoni
oleh almarhum ayah dan alamarhumah nenek saya. Mereka mengajari saya tanpa perlu
bekata-kata dan mengeluarkan dalil tentang prinsip disiplin, ketabahan, istiqomah,
tawakal, pantang menyerah, berbaik sangka dan mensyukuri kehidupan. Nilai-nilai
yang saya bawa terus insya Allah hingga akhirat nanti. Sesuatu yang tidak akan
pernah lekang oleh waktu dan habis dipakai dalam hidup yang terlampau singkat
di dunia ini. Terima kasih mbah dan papa, al fatihah untuk mereka berdua.
No comments:
Post a Comment