“Kalau dipikir-pikir kurang apa saya hidup? Semua kebutuhan
lebih dari cukup. Suami memiliki pekerjaan yang bagus, kami memiliki dua anak
yang sehat dan pintar, saya pun baru menyelesaikan pendidikan Doktor bidang
hukum di London. Tapi entah kenapa di balik semua kelimpahan material ini ada
lubang besar di hati saya, sebuah kehampaan yang tak bisa saya pahami. Setiap
minggu saat saya menghubungi kedua orang tua yang tinggal di India, selalu saya
mencoba meyakinkan mereka bahwa hidup kami bahagia dan baik-baik saja. Dan
setiap kali itu juga saat mengakhiri pembicaraan saya merasakan ada gumpalan
besar di kerongkongan saya, sesuatu yang tidak bisa saya katakan kepada mereka.
Bahwa saya sesungguhnya merasa kesepian dan kehilangan arah. Tidak tega saya mengatakan
itu kepada mereka. Pun kepada suami, apalagi anak-anak saya. Hari demi hari
rasa itu semakin menguat, hingga suatu hari saya menemukan sebuah celah dimana
untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya bisa bernafas lega…”
Itulah kesaksian dari Mira, seorang berpendidikan Doktor di
bidang hukum, jebolan salah satu universitas ternama di dunia, tapi memilih
banting setir dalam hidupnya menjadi Chef. Ia memulai karir masaknya di usia
sekitar 40 tahunan, dengan belajar memasak di India kepada ibunya sendiri.
Diawali dari membuka “supper club”- semacam ‘warung’ di rumahnya yang lambat
laun mendapatkan sambutan hangat dari orang-orang yang menyebarkan informasi
mengenai kelezatan makanan dan sambutan hangat tuan rumah secara mulut ke
mulut. Akhirnya Mira, membuka rumah makan yang menyajikan makanan khusus India
di negeri Inggris. Restorannya mendapat resensi yang positif dari salah satu penulis
kenamaan di negeri itu. Mulailah orang berbondong-bondong datang dan tidak
sedikit yang menjadi pelanggan tetap di tempat dimana ia menyalurkan bakat
terpendamnya dan berbahagia karenanya.
Itulah sepetik kisah seorang anak manusia yang mencari mata
air kebahagiaan hidupnya. Sang mursyid berpesan bahwa selama seseorang belum menemukan
mata air kebahagiaan sejatinya yang berupa misi hidup dirinya, maka selamanya sang
jiwa akan merasakan dahaga yang hanya akan hilang rasa haus itu manakala ia
mengerjakan pekerjaan yang memang bersumber dari benih yang tumbuh dari dalam
dirinya.
Bagaimana menemukan misi hidup itu? Tiangnya adalah dengan
shalat. Maka mulailah membenahi shalat kita dengan menjaga waktu-waktunya, berwudhu
yang baik, memahami bacaannya, dan meresapi
setiap kata yang kita panjatkan. Insya Allah dengannya satu demi satu tirai
kehidupan akan disibakkan dan kita akan didekatkan kepada “shiraathal mustaqiim”nya
masing-masing. Insya Allah.
No comments:
Post a Comment