Tuesday, April 9, 2019


“Kalau dipikir-pikir kurang apa saya hidup? Semua kebutuhan lebih dari cukup. Suami memiliki pekerjaan yang bagus, kami memiliki dua anak yang sehat dan pintar, saya pun baru menyelesaikan pendidikan Doktor bidang hukum di London. Tapi entah kenapa di balik semua kelimpahan material ini ada lubang besar di hati saya, sebuah kehampaan yang tak bisa saya pahami. Setiap minggu saat saya menghubungi kedua orang tua yang tinggal di India, selalu saya mencoba meyakinkan mereka bahwa hidup kami bahagia dan baik-baik saja. Dan setiap kali itu juga saat mengakhiri pembicaraan saya merasakan ada gumpalan besar di kerongkongan saya, sesuatu yang tidak bisa saya katakan kepada mereka. Bahwa saya sesungguhnya merasa kesepian dan kehilangan arah. Tidak tega saya mengatakan itu kepada mereka. Pun kepada suami, apalagi anak-anak saya. Hari demi hari rasa itu semakin menguat, hingga suatu hari saya menemukan sebuah celah dimana untuk pertama kalinya dalam hidup saya, saya bisa bernafas lega…”

Itulah kesaksian dari Mira, seorang berpendidikan Doktor di bidang hukum, jebolan salah satu universitas ternama di dunia, tapi memilih banting setir dalam hidupnya menjadi Chef. Ia memulai karir masaknya di usia sekitar 40 tahunan, dengan belajar memasak di India kepada ibunya sendiri. Diawali dari membuka “supper club”- semacam ‘warung’ di rumahnya yang lambat laun mendapatkan sambutan hangat dari orang-orang yang menyebarkan informasi mengenai kelezatan makanan dan sambutan hangat tuan rumah secara mulut ke mulut. Akhirnya Mira, membuka rumah makan yang menyajikan makanan khusus India di negeri Inggris. Restorannya mendapat resensi yang positif dari salah satu penulis kenamaan di negeri itu. Mulailah orang berbondong-bondong datang dan tidak sedikit yang menjadi pelanggan tetap di tempat dimana ia menyalurkan bakat terpendamnya dan berbahagia karenanya.

Itulah sepetik kisah seorang anak manusia yang mencari mata air kebahagiaan hidupnya. Sang mursyid berpesan bahwa selama seseorang belum menemukan mata air kebahagiaan sejatinya yang berupa misi hidup dirinya, maka selamanya sang jiwa akan merasakan dahaga yang hanya akan hilang rasa haus itu manakala ia mengerjakan pekerjaan yang memang bersumber dari benih yang tumbuh dari dalam dirinya.

Bagaimana menemukan misi hidup itu? Tiangnya adalah dengan shalat. Maka mulailah membenahi shalat kita dengan menjaga waktu-waktunya, berwudhu yang baik,  memahami bacaannya, dan meresapi setiap kata yang kita panjatkan. Insya Allah dengannya satu demi satu tirai kehidupan akan disibakkan dan kita akan didekatkan kepada “shiraathal mustaqiim”nya masing-masing. Insya Allah.

No comments:

Post a Comment