Dari Zaid bin Tsabit ra, “Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa tujuan hidupnya (hammah) adalah dunia,
maka Allah akan menceraiberaikan urusannya (‘amr),
menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya,
dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan
yang telah ditetapkan (kataba) baginya.
Barangsiapa yang niat hidupnya adalah negeri akhirat,
Allah akan mengumpulkan urusannya,
menjadikan kekayaan di hatinya (qalb),
dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”
(HR Ibnu Majah)
Rasulullah saw mengingatkan umatnya akan dua macam penyikapan
kepada kehidupan. Penyikapan pertama yaitu menjalani kehidupan dengan berbagai
aktivitas di dalamnya dengan hati yang menghadap ke dunia, maka konsekuensinya
adalah diceraiberaikannya urusan Ilahiyah yang diamanahkan kepada setiap
manusia. Akibatnya ia akan merasakan keterpecahan dalam kehidupannya, merasa
satu aktivitas dengan aktivitas yang lain malah saling melemahkan dan dengannya
ia menjadi sulit untuk bahagia. Ditambah dengan Allah jadikan kefakiran dalam
pandangannya, sebuah keadaan yang tidak cukup terus. Walaupun dalam pandangan
orang kebanyakan kehidupannya sudah lebih daari cukup, tapi ia selalu melihat
ada yang kurang dan sulit untuk merasa puas. Selain terlunta-lunta menjalani
kehidupan dan terseret dalam pusaran kelelahan yang tiada henti, ia hanya mendapatkan
dunia sebatas dari pembagian rezeki yang telah ditetapkan baginya.
Dengan demikian melalui kabar ini, kita mengenal bahwa ada
rezeki lain selain yang ditetapkan pembagiannya oleh Allah Ta’ala dan diturunkan
saat jiwa beserta ruh ditiupkan ke dalam raga janin saat ia berada di usia 120
hari di rahim ibu. Pertanyaannya, rezeki apa itu?
Jawabannya terletak di kelanjutan hadits di atas,
Yaitu, “…menjadikan kekayaan di hatinya”. Inilah jenis
kekayaan yang sebagian besar manusia luput untuk mendapatkannya dalam penggal
waktu yang tidak lama di dunia ini. Kekayaan yang bisa membuat kehidupannya di
alam berikutnya jauh lebih baik dan tidak hanya itu, surga yang dia akan
rasakan nanti telah dapat dinikmati icip-icipnya bahkan sejak kehidupan saat
ini, yaitu berupa ridha, sabar, syukur, tenang, damai, pemurah, pemaaf, dan
semua sifat baik yang bersumber dari Allah Ta’ala. Itulah sebenarnya kekayaan
yang sejati, harta karun yang harus digali oleh setiap manusia saat mengarungi sungai
takdir kehidupannya masing-masing. Semoga…
No comments:
Post a Comment