Friday, April 19, 2019

Siang ini wajah Rumi tampak sedih saat dijemput. Ketika Elia, kakaknya menghampiri menanyakan kabarnya, tangisnya pun pecah tak tertahankan lagi. Gurunya yang berada di dekatnya tampak bicara dengan Elia, tampaknya menjelaskan apa yang terjadi. Penasaran, saya pun menghampiri mereka.
Ternyata yang terjadi adalah saat Rumi membuat kerajinan merangkai biji-bijian menjadi kalung ada salah seorang anak yang menarik kalung itu dan mengklaim itu miliknya hingga rangkaian kalung itu berserakan. Tentu Rumi sedih sekali. Saya dan Elia lalu memeluk dan mencoba menghibur Rumi. Kami pun pamit kepada gurunya yang berulang kali bilang "So sorry..." dengan wajah yang penuh empati. "It's okay" saya bilang, hal seperti ini dapat terjadi.
Kami pulang ke rumah dan Rumi pun tampak mulai melupakan kejadian sedih itu dan mulai bermain seru dan ceria dengan kakaknya. Hingga kemudian tiba-tiba tiga jam kemudian bel pintu rumah berbunyi. Saya kaget melihat sang guru berdiri di depan pintu sambil menyodorkan sebuah kotak kecil berisi biji-bijian dan benang untuk membuat kalung. "Ini kalung punya Rumi, dia bisa meneruskannya di rumah. Fijne vakantie (selamat liburan)" katanya dengan senyum yang ramah. Saya masih terkaget-kaget hingga lupa mempersilakan beliau masuk dan beliau pun sudah keburu berjalan menjauh...
Saya segera memanggil Rumi dan memberitahu apa yang terjadi. Anak itu tampak kaget bercampur bahagia. Ya, aku pun merasakan hal yang sama. Sungguh pemberian yang tak terkira. What a lovely thing 😍
Alhamdulillah, terima kasih ya Allah sudah menggerakkan sang guru yang baik hati untuk mengobati sedihnya hati Rumi.

No comments:

Post a Comment