Saturday, June 22, 2024

 

Menakar Kemelekatan

Kadang, kita baru menyadari kondisi hati kita yang sebenarnya, kemana bergantungnya si hati ini, ketika Allah Ta’ala izinkan obyek-obyek yang biasa kita andalkan dan menyandarkan diri bahkan demikian dicintai itu hilang.

Bisa jadi, seseorang yang kita cintai tiada,

Atau rumah tangga yang kita bertumpu padanya kandas,

Atau anak yang kita banggakan dibuat bermasalah,

Atau kehilangan mata pencaharian yang menjadi tempat bertumpu sekeluarga,

Atau kendaraan raga yang kita andalkan sehari-hari dibuat terbaring tak berdaya.

Semakin kita kalut dan panik menghadapi proses ujian dicabutnya semua amanah itu, maka itu menunjukkan derajat kemelekatan hati kita.

Orang beriman itu dilatih untuk menggenggam dunia dan mengelolanya tapi hati tetap hanya untuk Allah Ta’ala. Dan itu tidak mudah. Mesti mengalami proses ‘kematian’ dari semua derajat kemelakatan lapis demi lapis. Tapi jangan takut. Semakin dibersihkan hati kita dari berhala-berhala yang membuat kita melekat kepada selain Allah, maka semakin kita terbebas dari ketakutan dan kegelisahan. Karena semua selain Allah akan binasa dan akan tiada.

Jadi, waspadailah ketika ujian kehilangan sesuatu itu datang. Jangan kehilangan kesempatan untuk membaca kondisi hati, alih-alih menyalahkan pion-pion yang Allah gerakkan untuk menghilangkan hal-hal tersebut. Agar dengannya kita makin mengenal diri kita dan makin dalam pengabdian kita kepada-Nya. Karena syarat untuk mengenal Dia adalah dengan mengenal dulu kondisi diri kita. []

 

Amsterdam, di musim semi yang hangat.

Sehari setelah ulang tahun ibunda. Merayakan dengan Elia dan Rumi di Bijlmer Arena

22 Juni 2024 / 16Dzulhijjah 1445 H