Tuesday, March 8, 2016

Perilaku Manusia Yang Seperti Burung Unta

Di padang pasir ada binatang semacam burung yang bisa berlari dengan sangat kencang. Ukurannya besar dan ia sangat kuat, satu-satunya cara untuk menangkap hewan ini adalah menunggu ia lelah berlari dan ia akan menenggelamkan kepalanya ke dalam pasir. Ia barangkali berpikir dengan demikian sang pemburu tidak akan melihatnya karena ia merasa tersembunyi, akan tetapi tentu saja ini upaya yang sia-sia karena kaki dan badannya yang cukup besar masih jelas terlihat. Itulah kelakuan sang burung unta.

Manusia juga ada yang berperilaku seperti burung unta, ia menenggelamkan dirinya dalam dunia ilusi dan kelalaian. Apa yang ia lihat dan menariknya akan ia kejar mati-matian. Apa yang menjadi fantasi, mimpi, idaman dan cita-citanya sedemikian rupa menenggelamkan kepalanya. Siang dan malam ia curahkan semua jiwa dan raganya untuk meraih ambisi dunianya. Orang semacam ini adalah orang yang tidak menyadari waktu dan keterbatasan dirinya, bahwa raganya hanya bisa digunakan dalam jangka waktu yang sangat terbatas. Ia lupa bahwa pertemuannya dengan Izrail, sang malaikat pencabut nyawa hanya dalam hitungan waktu yang tak lama.

Namun bagaikan sang burung unta, ia malah makin berlari kencang dan akhirnya menenggelamkan kepalanya dalam pasir, setiap orang punya pasir ilusi dan kesenangannya masing-masing, sesuatu yang ia anggap penghiburan dari suatu hal yang menakutkan bernama kematian. Ia mengais-ais setitik yang ia kira kebahagiaan dalam jutaan sensasi ragawi : kenikmatan seksual, syahwat makanan, kesukaan pada pakaian indah, bepergian ke tempat-tempat yang menakjubkan di dunia dan sekian banyak manipulasi dunia yang membuat ia lupa sesaat akan satu hal yang pasti datang dan akan mencerabut ia dari semua itu. Sampai maut datang melalui suatu kecelakaan atau sakit yang datang tiba-tiba dan menghancurkan raganya seiring dengan sekian banyak keinginan dan mimpi yang masih tertambat di dalamnya.

Demikianlah akhir kehidupan seseorang yang berperilaku seperti burung unta, lalai terhadap apa yang pasti datang. Jalan untuk menyelamatkan diri adalah dengan meraih pengetahuan, sekeping informasi tentang masa lalu kita, dari mana kita berasal, menyadari dan menerima kekinian dan kemudian berpikir tentang masa depan kita masing-masing. Adapun kematian dan segala komponen yang menakutkan dalam kehidupan seperti kekurangan harta, kesepian, kengerian, kekhawatiran dan lain-lain akan senantiasa ada di sekitar namun carilah tempat berlindung yang lebih kuat dari semua itu, perlindungan kepada Dia Yang Maha Kuasa. Apabila seseorang mulai tersadarkan dan membangun hubungannya dengan baik dan benar dengan Sang Pencipta, maka ia akan mulai merasakan kebahagiaan sejati yang tidak tergantung pada pernak-pernik dunia.

(Adaptasi dan terjemahan dari "The Ostrich Hides His Head: Come to The Secret Garden. Yang disampaikan oleh Muhammad Raheem Bawa Muhaiyyaddeen, seorang guru sufi di Amerika, dan ditulis dan diolah oleh murid-muridnya dalam buku yang diterbitkan oleh The Fellowship Press, Philadelphia, 1981)

No comments:

Post a Comment