Monday, June 9, 2025

 Perbudakan Zaman Ini


Ternyata isu perbudakan masih merupakan hal yang relevan di saat ini.

Memang fenomenanya bukan berwujud orang yang dirantai dengan belenggu besi dan dipaksa mengerjakan hal yang diinginkan oleh yang memperbudak. Belenggu perbudakan zaman sekarang lebih canggih, ia tak nampak tapi mengikat dengan sangat kuat. Kasat mata, sehingga yang diperbudak pun tidak sadar bahwa dirinya tengah diperbudak.

Belenggu-belenggu itu bisa berupa keinginan-keinginan yang melampaui kapasitas dirinya. Sedemikian rupa sehingga ia memaksakan diri menjadi seperti apa yang dia inginkan, walaupun harus menjalani kehidupan dengan berjinjit atau memakai topeng agar dianggap hebat oleh manusia.

Belenggu itu bisa berupa harapan-harapan yang tak pada tempatnya dari keluarga atau orang sekitarnya yang dia pandang begitu penting pendapatnya. Sedemikian rupa hingga mempengaruhi keputusannya dalam mencari jodoh, memilih jurusan kuliah, atau menetapkan pekerjaan tertentu.

Belenggu itu bisa berupa kejadian-kejadian di masa lalu yang suram yang belum tuntas diproses dengan tuntunan Allah. Sedemikian rupa hingga mewarnai karakter dirinya.

Manusia ternyata banyak yang tidak merdeka. Diperbudak oleh sekian rantai persoalan. Lupa bahwa mereka punya Tuhan. Lalai merenungi bahwa setiap hal yang menimpa dirinya betul-betul hanya dari Allah Ta'ala. Dzat yang tidak pernah menzalimi ciptaan-Nya bahkan sebutir atom pun.

Siang malam manusia hanya bertarung dan disibukkan dengan fenomena lahiriyah dan menghabiskan energi, kapasitas dan sisa usianya untuk membangun istana pasir di tepi pantai. Hanya menunggu waktu ia hilang dihempas oleh ombak kematian.

Manusia menjadi terbelenggu di dunia. Lupa atas kapasitas dirinya yang berpotensi sebagai insan kamil, manusia sempurna yang memiliki raga, jiwa dan ruh. Yang dengannya ia mestinya bisa menjadi orang yang merdeka. Terbang tinggi ke alam keabadian melalui apapun anak tangga di bumi dimana dia ditempatkan.

"Engkau punya sepasang sayap (jiwa) untuk terbang, mengapa memilih untuk merangkak?" - Jalaluddin Rumi

Amsterdam, Senin 9 Juni 2025, libur hari kedua paskah di musim semi yang cerah

Wednesday, June 4, 2025

Perenungan di hari pengenalan

 Hari ‘arafah adalah hari pengenalan. Mestinya kita makin mengenal Allah, Sang Rabb melalui diri kita sendiri. Melalui takdir kita masing-masing. Pada apa-apa yang telah Dia kadarkan. Makanya dzikirnya penuh dengan pengesaan kepada-Nya. Tiada Ilah selain-Nya. Mestinya yang mengatur kehidupan, yang mengatur mood, yang mengatur segala keputusan hidup adalah Dia karena “milik-Nya segala kerajaan dan segenap pujian”.


Di hari ‘arafah ini, ambil waktu untuk merenung dalam-dalam. Untuk berdua saja dengan Allah. Berdua saja, entitas diri kita dan Dia. Tidak bahkan dengan hawa nafsu kita. Tanggalkan kedua terompah seperti saat Musa akan bersua dengan Allah dan disuruh menanggalkan kedua terompahnya.


“Maka tanggalkanlah kedua belah terompahmu, sesungguhnya engkau sedang berada di lembah yang suci; Thuwa." QS Thahaa:12


Terompah adalah semacam kendaraan yang dipakai di dunia ini. Tanggalkan jiwa dan ragamu.

Tanggalkan semua mimpi, ambisi, rencana, keinginan, cita-cita, khayalan, hasrat, emosi dll.


Di hari ‘arafah adalah saatnya wuquf. 

Berhenti dari semua kegiatan.

Agar kita bisa merenung.

Dan mendengarkan Dia yang berbicara melalui hati kita.


“…Dia akan memberi petunjuk kepada qalbnya…”

QS Ath Thagabuun:11


Kenali dirimu. 

Kenali takdir kehidupan yang melingkupimu.

Kenali kebisaan dan potensimu.

Kenali pula batasan-batasan dan kelemahanmu.


Berjalanlah mengarungu kehidupan dengannya. 

Dengan semua bekal yang Allah berikan. Sadari bahwa setiap hal yang menimpa kita dan kita miliki sekarang sudah didesain ribuan tahun bahkan sebelum “kedua terompah” kita ada.


Apa artinya? Semua ada tujuan tertingginya.

Sungguh tidak ada yang bathil. Tidak ada yang sia-sia.

Bahkan dalam takdir yang nampaknya kacau dan tragis sekalipun. Adalah goresan tangan-Nya yang menuliskan di lauh mahfuzh.


Kenali semua itu. Baru kita bisa mulai melihat keindahannya.

Baru kita bisa menerima keping demi keping takdir kita.

Baru dengannya kita mulai bisa bersyukur.

One piece of fate at a time.

Sampai akhirnya kita bisa bersaksi,


“Rabbana maa khalaqta haadza baathila”

Wahai Rabb tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia…

QS Ali Imran 191


Selamat melalukan perenungan di hari ‘arafah.


Amsterdam, 5 Juni 2025 / 9 Dzulhijjah 1446 H

3.11 am jelang waktu shubuh

🥰

Tuesday, June 3, 2025

Selamat Jalan Bang Bas...

 Beberapa jam yang lalu saya mendengar ihwal kepergiannya.

Saya tahu dia sudah mendera sakit sekian lama, tapi serangan kali ini benar-benar telak merenggut nyawanya. Maktub, sebuah ketetapan Ilahiyah, sesuatu yang dituliskan di saat janin berusia 120 hari di rahim sang ibunda. Sahabat saya ini harus pergi melanjutkan perjalanannya ke alam barzakh.
Saya tidak berkesempatan berinteraksi banyak dengan beliau. Tapi saya selalu terkesan dengan senyumnya yang hangat dan keramahannya yang tulus.
Malam ini (waktu Indonesia) saya mengikuti pembacaan surat yaa siin bersama untuk beliau. Konon, hari pertama berada di alam barzakh adalah hari yang sulit, karena kita kaget tiba-tiba berpindah alam. Maka kami sebagai sesama saudara mencoba membantu mengiringi keberangkatannya dengan doa.
Di malam ini juga saya mendengar berbagai kesaksian dari para sahabatnya. Yang menceritakan betapa baiknya beliau dan betapa gagah beraninya ia menjalani kehidupan. Bukan dengan bermodalkan senjata atau fasilitas kehidupan, akan tetapi dengan tawakal penuh kepada Allah Ta'ala. Bermodalkan keberanian itu beliau menempuh jenjang pendidikan S3, memindahkan seluruh keluarga ke Bandung, sama sekali dengan modal nol. Beliau hanya percaya bahwa kalau memang Allah menyuruh sesuatu pasti dunianya akan dibukakan. Dan memang pintu-pintu dunia dibukakan berkali-kali untuknya dan keluarga. Kita yang menyaksikan di sekitarnya dibuat geleng-geleng kepala. Kagum dengan kekuatan keyakinan dan takjub dengan pertolongan Allah yang demikian cepat. Dan itu berkali-kali terjadi.
What a beautiful testimony.
You see when we leave this earth, we can only take nothing rather what we have given: a full heart enriched by love, service and courage.
Thank you for your living example of having a courage in life Bang Bastian Jabir Pattara. This is not a goodbye. But i wish you well in barzakh. Semoga Allah Ta'ala melapangkan alam barzakhnya dan mengampuni segala khilafnya. And i would like to know more about your story there. Let's keep in touch.

Amsterdam, 3 Juni 2025 / 7Dzulhijjah 1446 H

Monday, June 2, 2025

Before you judge me

Before you judge me

Try hard to love meLook within your heart then askHave you seen my childhood?

Lagu di atas jadi themesong episode hidup saya yang satu ini. 
Ceritanya, saya punya kolega baru, ibu dua anak, orang Eropa Timur. Biasanya saya dimudahkan gaul sama orang, tapi kok sama yang satu ini susah ya. Kepentok terus. Ada saja hal dan kelakuan dia yang bikin saya tidak berkenan. Dan saya bukan tipe orang yang bisa menyembunyikan kekesalan, mesti raut muka saya terlihat judes buat dia. 

Lha ndilalah beberapa minggu ini saya kebagian jadwal kerja terus sama ibu ini. Lama kelamaan, saya makin melihat hal-hal positif tentangnya, dan itu membantu melapangkan interaksii keseharian kita. Sampai suatu hari seluruh tembok pertahanan saya yang cenderung ogah berkawan dengannya runtuh seketika dalam percakapan lima menit di dalam mobil dalam perjalanan mengantar dia ke rumahnya untuk mengambil barang tertentu yang diperlukan di kantor. Awalnya sekadar berbasa-basi supaya tidak sepi di jalan. Saya bertanya, "Apa kabar orang tuamu?" Lalu jawabannya membuat saya tertegun. Dia bilang,

"Saya tidak pernah mengenal orang tua saya."

Untuk beberapa saat dia terdiam. Saya pun hanya menelan ludah saja dan bersiap dengan jawaban berikutnya.

"Beberapa hari setelah saya dilahirkan saya dan semua saudara saya disimpan di panti asuhan karena kedua orang tua kami adalah pemabuk berat. Pemerintah mengambil hak asuhan dan merehabilitasi kedua orang tua. Tapi sampai sekarang sangat jarang saya berbicara dengan keduanya."

Dia kemudian bercerita banyak dalam sisa waktu perjalanan yang hanya 3,5 menit itu. It's amazing how much you can learn about someone in just 3,5 minutes.

Setelah itu saya hanya terdiam. Saya berpisah dengannya dan masih merenung sepanjang perjalanan pulang, dengan mata mulai berkaca-kaca. I cannot imagine being in her position. Saya jadi bisa memahami semua perilakunya yang membuat saya tidak berkenan itu. She simply doesnt know. Dia tidak punya orang tua yang mengajarkan sopan santun atau yang memberinya perhatian. She lives a hard life and she becomes tough and hard sometimes. It's her defense mechanism. She needs to survive it all. 

Sejak percakapan itu saya jadi sayang sama dia. Memang tipis batas antara sayang dan benci itu. Kami pun bisa bekerja sama dengan lebih baik. Suasana kerja berubah. Ah, pelajarannya jadi memang mesti digali dulu semua itu. Jangan langsung ambil kesimpulan dengan informasi yang terbatas. Itu tadi kata Mas Michael Jackson, before you judge me, try hard to love me.. Setiap orang pasti dibentuk oleh masa kecilnya masing-masing. Dan kisah hidup setiap orang tidaklah sama. Sadari bahwa perilaku seseorang hanya puncak dari gunung es dari sebuah persoalan dan pengalaman hidup yang padat yang sebenarnya penuh dengan pengajaran dari-Nya. 

Lain kali kalau menghadapi orang yang nyebelin, jangan berburuk hati dulu. Carilah waktu untuk duduk bersamanya. Perhaps all you need is 3,5 minutes to see beyond what you can see. []

Amsterdam, 2 Juni 2025
Senin pagi, 9.38. Cuaca mendung dan angin dingin di bulan semi.