Monday, November 3, 2025

Pejuang kehidupan

 Jam lima pagi ibu ini sudah bersiap dengan dagangannya. Sang buah hati sudah terbangun dan berada dalam pelukannya. Di tengah kesibukannya melayani para pembeli, dia ingin memastikan sang anak tetap merasakan naungan kasih sayangnya. Ikut bekerja menemani ibu mencari nafkah. 


Segurat senyuman menghiasi wajahnya manakala sang suami datang bergegas membawa sekeranjang makanan rebus laij untuk dijual. Semoga hari ini ada rezekinya…Demikianlah ruang fakir para pedagang. Beliau salah satu dari puluhan orang yang menjajakan dagangannya. Barangkali ada yang berminat membeli. Dengannya ia bisa membayar kontrakan rumah bulan ini, bisa membayar seragam sekolah anaknya, mencicil motor yang dipakai untuk berbelanja dan segenap keperluan kehidupan yang ada.

Mereka, para pejuang kehidupan. Menjajakan dagangannya setiap hari, melempar asa. Tak menyerah pasrah dengan kehidupan. Pantang meminta dikasihani. Sekadar sebuah dukungan menjalani hidup berdasarkan muamalah yang baik. Dukung mereka, luangkan waktu untuk menyapa dan membeli dari mereka. Karena kita adalah satu.🥰




Sunday, October 26, 2025

 Afterlife is real, yet not so many people make a consequential preparation for it. While it is only a matter of time we will be given a one-way-ticket there.


It’s your choice to deny it. But when you finally go there, i don’t want to be the one who say “i told you so”


Amsterdam, Foodstrips KFC

27 Oktober 2025, 2.03 pagi



Thursday, October 23, 2025

Memilih jalan takdir

 Pena-pena (pencatat takdir) telah diangkat dan lembaran-lembaran (catatan takdir) telah kering.

- Hadits Rasulullah SAW riwayat Tirmidzi.

Pilihan-pilihan dan semua alternatif kehidupan sudah dituliskan. Artinya manusia hanya bisa beranjak dari satu takdir ke kemungkinan takdir yang lain yang telah kering tulisannya. Maka  Allah ingin melihat bagaimana kita memilih. Dan diantara semua alternatif jalan kehidupan yang ada di situ ada shiraatal mustaqiim. Jalan yang terbaik yang ditempuh oleh orang-orang yang Allah beri nikmat (QS Al Fatihah :7) yaitu para nabi, para shiddiqin, para syuhada dan para shalihin (QS An Nisaa’ : 69).

Setiap pilihan membawa konsekuensi yang berbeda, seperti kita memilih jalur kereta dengan melintasi berbagai stasiun yang berbeda. Tapi desain jalur Allah Ta’ala jauh lebih canggih dan lebih kompleks, dimana di setiap titik ada jalur kolateral yang senantiasa bisa mengalihkan seorang yang mencari-Nya kembali ke shiraathal mustaqiim. Jalan yang paling dalam ma’rifatnya, paling melimpah rezekinya dan yang membawa kebahagiaan hakiki. Bukankah pada akhirnya kita semua ingin hidup bahagia? Bukan dengan kebahagiaan yang semu. Bukan dengan kebahagiaan sementara. Itulah kiranya yang Allah ajatkan agar kita minta di setiap rakaat shalat yang mestinya menjadi saat paling spesial antara sang hamba dan Tuhannya. Insya Allah.


Itw to subway, Amsterdam, Kamis 23 Oktober 2025

Saat liburan musim gugur





Saturday, October 11, 2025


 Saya bersaksi, tak ada masalah sepelik apapun, ujian seberat apapun, cobaan segila apapun yang tak dapat diatasi dengan berserah diri kepada Allah di atas sajadah.


“Jadikan sabar dan shalat sebagai penolongmu…”

- QS Al Baqarah: 45


Amsterdam, Sabtu 11 Oktober 2025

14.27

Thursday, October 9, 2025

Agar seimbang aspek langit dan bumi kita

 Ajaran agama itu indah. Ia membawa kita pada titik kesetimbangan masing-masing, yang kita kokoh berdiri di sana. Kokoh menjalani takdir kehidupan yang naturnya selalu berganti. Kokoh menghadapi kehilangan. Tangguh menjalani ujian. Kuat dalam mengalir dalam keluangan dan keberlimpahan agar tak lupa diri dan lupa bersyukur.

Shalat sebagai tiang agama, perintahnya turun secara istimewa. Berbeda dengan ibadah lainnya yang diturunkan. Perintah shalat ini sang hamba, Rasulullah SAW harus naik menjemput di langit. Tapi tidak sembarang naik. Karena kalau sekadar naik ke langit, kenapa tidak langsung saja terbang ke atas dari Masjidil Haram? Kenapa harus 'jauh-jauh' ke Masjidil Aqsa dulu? Ada makna di balik semua pertanda. Hikmahnya dalam. Kenapa kita harus isra', berjalan di muka bumi. Dalam Islam, aspek bumi itu dihargai sekali. Itu kenapa mau shalat pun raganya dibasuh dengan air wudhu. Bahkan ibadah shalat, raga kita diajak ruku dan sujud (jika tidak berhalangan). Tidak hanya itu, raga pun akan diganjar dengan surganya tersendiri nanti. 

Aspek raga atau bumi kita bagaikan tanah yang menyangga dan menjadi tempat tumbuh benih yang berbuah pada akhirnya. Di bumi yang kita pijak itulah tempat air kehidupan dan unsur hara berada agar pohon jiwa kita bertumbuh dan berbuah lebat pada saatnya. Maka manusia tidak bisa mencampakkan takdirnya. Tidak bisa menolak bentuk wajah dan raganya. Tidak boleh tutup mata dengan kondisi keadaan orang tua yang dari mereka kita berasal. Tidak layak untuk melupakan tempat kita berasal karena merasa tidak keren dibanding yang lain. Apapun takdir yang Allah tetapkan kepada setiap kita, dari orang tua mana kita lahir, tahun berapa, keadaan ekonomi seperti apa, potongan raga seperti apa, kelebihan dan kekurangan masing-masing, itu semua adalah bumi yang perlu kita jalani (isra) dengan kebersyukuran. Agar kita layak untuk Allah mi'rajkan. Insya Allah.

Amsterdam, Kamis 9 Oktober 2025 / 17 Rabi'ul Akhir 1447 H

Musim gugur yang cerah, selepas kelas Serambi Suluk Online 11.17 pagi

Friday, September 26, 2025

Serahkan nasib anak kita di tangan-Nya

 "....maka sungai menerima anak itu dan membawanya..."

Di tengah suasana mencekam dan menakutkan akan teror dari Firaun dengan membunuh setiap bayi laki-laki yang terlahir dari Bani Israil. Allah Ta'ala memberi petunjuk kepada ibunda Musa untuk mengalirkan anaknya di sungai Nil. Sebuah solusi yang "tidak masuk akal". Siapa orang tua yang tega menghanyutkan bayi yang baru berusia 3 bulan ke sungai besar dengan risiko tenggelam atau dimakan binatang buas.

Tetapi demikianlah hidup. Kita belajar untuk membangun keyakinan kepada Allah Ta'ala. Bahwa jalan keluar dari sebuah permasalahan yang menghimpit itu bisa jadi tak terduga dan tak harus masuk akal. Disitu pentingnya kita berserah diri dan tawakal sepenuhnya kepada ketetapan Allah. 

Kita pun sering lupa bahwa semua adalah ciptaan Allah. Sungai adalah ciptaan Allah yang tidak akan menenggelamkan kecuali kalau Allah perintahkan dia menenggelamkan sesuatu. Binatang buas pun adalah ciptaan Allah yang tak akan menyakiti seujung rambut pun kecuali Allah izinkan dia berbuat demikian. Ingat kisah Nabi Daniel a.s. yang dimasukkan ke gua yang penuh dengan singa yang buas dan lapar, tapi Allah selamatkan, singa-singa itu dibuat tunduk dan tidak menyakiti Nabi Daniel seujung kuku pun. 

Kita lupa, bahwa Allah yang menjamin masa depan dan kesejahteraan anak-anak kita. Bukan karena ia sekolah di tempat tertentu yang dikenal lulusannya "sukses". Bukan karena dia mengambil jurusan tertentu yang katanya bakal cepat dapat kerja. Bukan karena dia punya segudang talenta, yang bisa saja hilang dalam sekejap dalam depresi yang tak berujung. Bukan karena dia punya backing kuat yang kapanpun bisa tiada. Bukan karena ini-itu. Semata-mata karena Allah yang menjamin dan melindungi. Demikian mestinya kita menjaga keutuhan tauhid kita. Agar kita tidak mentawakalkan masa depan anak-anak kita pada tuhan-tuhan palsu yang pasti akan musnah. 

Don't play God. Ingat bahwa anak kita bukan milik kita pada hakikatnya. Mereka adalah jiwa-jiwa yang dititipkan kepada kita untuk kita sayangi dan pelihara sampai pada saatnya mereka harus menapaki jalan mereka masing-masing yang telah Allah Ta'ala rancang dengan sangat spesifik. Iya betul, kita punya kewajiban sebagai orang tua. Tapi kita pun harus mengenal batas-batas kita sebagai manusia yang fakir dan tak berdaya berhadapan dengan ketetapan-Nya. Karena sebaik-baik bekal bagi mereka adalah taqwa, bukan menyandarkan pada skema penyelamatan kita yang terbatas ini. Agar kita tidak dibuat susah karenanya. Sebagaimana firman Allah Ta'ala dalam surah Al Baqarah: 233,

"...Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah (menderita kesengsaraan) karena anaknya..."


Amsterdam, Openbaare Bibliotheek Reigersbos, Jum'at 26 September 2025

Jam 12.41 pagi, selepas Dutch conoversation class




Karena Allah lebih mencintai anak kita

 Jochebed tengah mengandung bayi Musa ketika titah Firaun untuk membunuh semua bayi laki-laki Bani Israil diberlakukan. Hal ini muncul karena informasi dari seorang peramal bahwa akan lahir seorang bayi laki-laki Bani Israil yang akan membebaskan bangsa itu dan membawa mereka pada kejayaannya kembali. Maklum, saat itu Bani Israil tengah diperbudak oleh Firaun. Mereka disuruh kerja paksa mengerjakan sekian banyak proyek pembangunan di Mesir dan diperlakukan dengan semena-mena.


Bisa dibayangkan betapa mencekamnya suasana saat itu. Firaun memerintahkan para bidan untuk mengawasi setiap perempuan Bani Israil yang mengandung dan melaporkan apakah bayi yang dilahirkan laki-laki atau perempuan. Dan jika yang terlahir adalah bayi laki-laki, bala tentara akan ditugaskan untuk langsung membunuhnya . Jikalau keluarga itu melawan maka seluruh keluarga akan dihabisi.


Amram, ayahnya Musa kemudian berdoa dan memohon pertolongan Allah dengan sangat. Khawatir akan keselamatan bayi yang masih dalam kandungan ibunya dan masa depan Bani Israil jika hal ini terus terjadi. 


Suatu ketika, Amran bermimpi bahwa Allah berbicara kepadanya dan menjamin keselamatan bayi itu dan agar ia tidak berputus asa atas kebaikan-Nya. Sambil mengingatkan bagaimana Allah telah menyelamatkan para leluhurnya, Ibrahim a.s.dan Yaqub a.s. dan memberitakan tentang anaknya demikian, 


“Anak itu, yang ditakuti kelahirannya akan diselamatkan dari mereka yang berusaha membunuhnya dan akan dibesarkan dengan cara yang mengejutkan.”


Sekian lama berselang, tibalah saat kelahiran Musa dengan cara yang menakjubkan, karena sang ibunda dibuat hanya menderita rasa sakit yang sedikit sehingga ihwal persalinannya itu tak terpantau oleh bidan kerajaan. Bahkan dengan ajaib, selama tiga bulan lamanya bayi Musa masih bisa berada dalam pengasuhan kedua orang tuanya dengan aman. Hingga suatu hari Amram, sang ayahanda Musa merasa takut jika bayinya ini terlalu lama berada dalam pengasuhannya kemudian akan diketahui oleh kerajaan dan akan berakibat fatal bagi bayi dan istri serta dua anaknya yang lain, yaitu Harun (Aaron) dan Miriam. 


Dalam teks sejarah yang ditulis oleh Flavius Josephus , sejarawan Yahudi yang hidup sekutar tahun 40-100 M. Dikatakan bahwa kemudian keluarga itu memutuskan untuk membuat sebuah bahtera kecil yang bisa memuat sang bayi untuk kemudian dihanyutkan ke dalam sungai. Adalah Al Quran yang mengungkap detil dari peristiwa penting ini terkait dengan Jochebed, ibunda Musa, sebab kapasitas hatinya dikonfirmasi oleh Allah sebagai seseorang yang bisa menerima wahyu Allah Ta’ala, 


“Kami mewahyukan (wa awhayna) kepada ibu Musa, “Susuilah dia (Musa). Jika engkau khawatir atas keselamatannya, hanyutkanlah dia ke sungai. Jangan engkau takut dan jangan pula bersedih” 

- QS Al Qashash 28:7


Inilah panduan luar biasa dari Allah terkait keselamatan anak kita dan jaminan masa depan baginya yang kerap kali mempertakuti kita. Memang sekilas logikanya aneh, kalau khawatir akan anak itu justru hanyutkan dia, bukan malah makin digenggam oleh kita. Kuncinya ada pada tawakal kepada Allah. Sebagaimana Amram, ayahanda Musa yang rela melepaskan bayi laki-laki lucu yang baru dia nikmati tiga bulan bersamanya untuk dihanyutkan dalam aliran takdir yang Allah kehendaki, dengan sebuah kesadaran dalam bahwa penjagaan Allah jauh lebih baik dari sekadar upaya penyelamatannya.


Saya jadi ingat pesan dari guru, “Ingat, Allah lebih sayang kepada anak-anak kita dibandingkan rasa sayang kita kepada mereka.”


Kita harus mentawakalkan masa depan anak-anak kita kepada-Nya. Itu adalah penjagaan yang terbaik. Ya, kita berupaya sebaik mungkin menjalankan amanah kita sebagai orang tua. Tapi tidak bersandar pada upaya dan skema kehidupan kita yang sangat terbatas ini. Agar jiwa kita tidak dibuat susah oleh anak-anak kita. Wallahu’alam

Amsterdam, Jumat 26 September 2025 / 4 Rabiul Akhir 1447 H. Memasuki musim gugur yang dingin. 9.12 pagi

Lukiean “The Infant Moses” oleh Gustav Moreau