Tuesday, March 21, 2023

 Bangku ini jadi saksi salah satu penggal perjalanan hidup saya.

Di bangku itu saya pernah duduk sambil menyuapi dua anak yang masih balita.

Tujuh tahun kemudian, di bangku yang sama saya duduk. Dua anak balita itu sudah bertumbuh. Tak lagi sesering mereka bersama seperti dulu.


Di bangku ini, tujuh tahun kemudian dalam sendiri saya terlarut dalam pertanyaan,

“What’s life is all about?”

Pertanyaan yang sama yang membuat saya tidak bisa tertidur bermalam-malam di bangku SMA dulu.

Sekian alternatif jalan kehidupan saya simulasikan dalam pikiran saya. Semuanya berakhir pada titik akhir yang sama yang bernama kematian. Dan saya tidak suka kepada sesuatu yang berakhir. 


Maybe because in a way i’m seeking for eternity.

Semakin usia bertambah rasanya dibuat semakin hilang selera kepada dunia. Menyadari bahwa semuanya berakhir pada suatu saat. Semuanya pergi. Semuanya mati.


Mungkin itu kenapa saya tertarik dengan konsep agama sejak usia 13 tahun. Pada sebuah ide bahwa ada Dzat yang selalu ada dan tak akan pernah tiada. Dan bahwa jalan untuk mencecap keabadian adalah dengan berjuang semakin mendekat kepada-Nya. Hal itu membuat saya tenteram. Saya jadi merasa memiliki harapan.


Bangku ini menjadi saksi. Akan perjalanan seorang anak manusia dalam mencari keabadian. Belajar berdamai dan menikmati setiap dinamika pergantian dalam kehidupan, “supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu.”(QS. Al Hadid: 23). Belajar menikmati setiap yang Dia hadirkan.[]


No comments:

Post a Comment