Friday, February 13, 2015

Merajut Sarang Laba-Laba

"The meaning of life has been reduced to an unconscious operating mode: get a job that will enable us to buy what we want, pass through life with a minimum of pain and discomfort."
- Shaikh Kabir Helminski

Adalah kecenderungan alami manusia jika ia mencintai keabadian. Berbagai ekspresi tertuang untuk menyatakan kecintaannya itu, dari yang banting tulang pagi hingga malam untuk menyediakan kehidupan yang layak bagi anak, cucu, cicit, bahkan kalau perlu hingga delapan turunan diamankan oleh 'dana abadi' supaya mendapatkan kehidupan yang super layak. Ada yang memutar keras otak dan menguras keringat demi menorehkan namanya dalam jajaran 'ahli ini- dan ahli itu; pemegang rekor ini-itu' dengan harapan namanya tertoreh dengan tinta emas dan dikenang hingga akhir zaman.

Seribu satu cara dicari oleh manusia untuk menghindari derita. Maka gagasan seperti mendapat gaji tetap, 'passive income', cara cepat jadi kaya tidak pernah surut dari peminat dari masa ke masa walau dengan kemasan yang berbeda-beda. Di bidang kesehatan, banyak penemuan obat dan teknik yang bisa membuat manusia tidak mengalami rasa sakit saat melahirkan dan bahkan di beberapa negara orang yang memiliki penyakit kronis dan terminal tidak perlu berlama-lama menderita akibat sakitnya karena dapat dilakukan euthanasia (mengakhiri kehidupan seseorang - menggunakan zat kimia yang disuntikkan ke dalam pembuluh darah - dengan sengaja - atas permintaan pasien sendiri dan/atau keluarga).

Inilah modus sang ego (The 'I') dalam membangun kerajaannya, jauhkan sejauh-jauhnya kesusahan dan penderitaan dalam hidup. Ego manusia yang selalu ingin hidup enak. Namun kehidupan yang dibangun oleh mentalitas ego-is ini sesungguhnya bagai merajut sarang laba-laba. Tampak canggih namun sangat rapuh. Buktinya, ia tidak akan pernah bisa menahan hembusan takdir.[]

No comments:

Post a Comment