Menjalani kesulitan dan ujian dalam hidup itu perlu. Karena itu adalah cara jitu untuk bisa melihat penyakit-penyakit hati yang kerap kali tersembunyi dari pemantauan kita sendiri.
Bukan sebuah kebetulan jika suatu saat tiba-tiba kita ditipu orang, difitnah orang atau bahkan disakiti baik secara fisik maupun mental. Jika kita hanya tertawan pada hukum sebab-akibat, maka seumur hidup kita hanya sibuk melihat kambing hitam di luar diri dan menyalahkan si A, si B atau situasi yang ada sambil luput melihat bahwa sesuatu yang dihadirkan itu - sepahit apapun rasanya - adalah sebuah obat mujarab bagi penyakit yang ada di dalam hati. Yang jika kita meninggal hal itu luput diistighfari maka akan mewujud menjadi sebuah azab di alam berikutnya. Na'udzuubillahimindzaalik.
Maka, seperti siang dan malam. Allah akan senantiasa mempergilirkan nuansa kehidupan. Kadang tenang, kadang dalam konflik. Kadang lapang, kadang sempit. Kadang sehat, kadang sakit. Itulah natur kehidupan, semua akan datang silih berganti. Dunia bersifat fana. Karena hanya Sang Pencipta yang selalu ada.
Untuk menghadapi natur dunia yang seperti itu, kita harus memperluas ruang hati kita. Seiring dengan taubat yang benar kepada Allah Ta'ala. Semakin lapang ruang hati, maka riak apapun tidak akan menimbulkan gejolak yang bermakna. Sebaliknya, jika hati sempit setetes ujian pun sudah bisa membuat dirinya terkungkung oleh kekhawatiran, kecemasan, kemarahan dan rasa-rasa yang tidak nyaman lainnya.
Jadi, jika didatangi kembali oleh tamu-tamu kehidupan seperti itu. Jangan buru-buru reaktif membalas atau melampiaskan emosi. Lebih baik tenang dulu dan teropong dalam-dalam hatinya. Sejauh mana riak itu mengombang-ambing kita maka sesempit itu pula kondisi hati per saat itu. Dengannya, istighfar kita bisa lebih dalam. Astaghfirullah...
No comments:
Post a Comment