Tuesday, November 15, 2022

 BUKAN SEKADAR INTERUPSI


Sedang asyik-asyik ngetik di depan laptop, tiba-tiba Mama minta tolong, “Sa, tolong belikan tempe, bawang daun, …ini-itu”.


Sedang konsentrasi mempersiapkan slide presentasi tiba-tiba si kecil yang sakit memanggil, minta dipeluk dan dibikinkan teh hangat.


Banyak hal yang seolah “menginterupsi” aktivitas apapun yang kita lakukan sehari-hari. Kata interupsi berasal dari Bahasa Latin, “interruptionem” yang artinya memutus sebuah keberlangsungan. Jika kita memandang semua panggilan itu sebuah interupsi, hal yang memutus fokus kita, keasyikan dan kepentingan kita maka perasaan yang timbul biasanya bernuansa sebuah kekesalan. 


Kesal karena pekerjaan tertunda. Kesal karena tidak bisa fokus melakukannya. Dan kekesalan yang timbul dalam dada kita biasanya dilampiaskan keluar dengan menghardik yang bersangkutan. Atau kalaupun bibir tak berkata-kata, hatinya bergemuruh. Ngedumel.


Repot merespon sesuatu sebagai interupsi, menganggapnya sebagai sebuah gangguan kecil yang memutus kesenangan kita. Padahal hidup akan selalu dihiasi sekian ragam “interupsi”. Sebuah dalil bahwa we are not in control of our life.


Ada cara pandang lain yang lebih menenangkan dalam melihatnya. Yaitu dengan melihat bahwa semua itu sebuah kesatuan yang utuh dari aliran takdir hidup yang sudah ditentukan oleh Allah Ta’ala sejak saat jiwa kita ditiupkan ke kendaraan jasad yang tengah dibentuk di dalam rahim ibunda. Mengagumkan untuk menyadari bahwa Allah telah mendesain kehidupan kita bahkan sampai ke hal yang detil, yaitu “terinterupsi” ketika mengerjakan sesuatu. 


Dengan kesadaran bahwa semua datang dari Allah, kita bisa lebih bijak menyikapi datangnya angin perubahan dalam hidup, lebih tenang dan bahkan bersuka cita menjalaninya. Agar semua yang Allah datangkan itu menjadi punya makna bagi kita dan dipandang sebagai tamu-Nya. Agar kita bisa melihat itu lebih dari sekadar interupsi.[]

No comments:

Post a Comment