Ada sebuah kisah yang disampaikan oleh Jalaluddin Rumi tentang seekor semut yang melintasi karpet Persia (yang tebal) di dalam masjid, dan semut itu mengeluh kepada Tuhan, sambil berkata, "Apakah gerangan semua penghalang dengan warna bermacam-macam dan pola yang aneh ini? Pasti ia dibuat sebagai penghalang perjalanan, sungguh sebuah kesia-siaan!"
Akan tetapi tentu saja bagi sang pembuat karpet yang dapat melihat dari atas, (ia) dapat melihat pola (yang indah) serta (paham) kegunaannya, dan dapat melihat bentangan karpet itu sebagai sesuatu yang baik dan memukau.
Allah pun seperti itu. Kerap kita tidak paham akan makna ujian, rasa sakit, kekurangan, tertundanya doa, kesempitan dan kemelut yang ia berikan, karena kita berada di dunia dua dimenai di bawah - seperti sang semut- oleh karenanya jiwa kita harus melangit (mi'raj) agar bisa memahami peta besar kehidupan, dan melihat sekian pola spektakular yang terbentang dalam takdir hidup masing-masing.
Maka derajat kekalutan seseorang dalam menghadapi ujiannya masing-masing sesungguhnya adalah refleksi dari kualitas shalatnya sehari-hari. Karena Rasulullah saw bersabda "Shalat itu adalah mi'rajnya orang-orang mukmin."
Sekarang masalah apa yang membuat kita ketar-ketir? Persoalan apa yang buat kita "makan ati"? Kemelut apa yang membuat wajah kita murung? Sebelum konsul sana-sini, lebih baik tenang dulu, ambil wudhu, lalu sholatlah sekhusyuk mungkin. Jika dirasa pikiran masih lari-lari dalam shalat, tambal bolongnya shalat itu dengan berbagai shalat sunnah dan rawatib. Sungguh persoalan yang kita hadapi tidak akan pernah usai kalau dihadapi dengan taktik dua dimensi ala semut di darat, karena kita hanya akan menghabiskan jatah usia yang ada sibuk untuk menyelesaikan konflik horizontal dari satu titik ke titik lainnya. Untuk memahami apa permasalahan sesungguhnya kita harus bertanya kepada "Sang Pembuat Karpet" kehidupan kita masing-masing. Itu satu-satunya cara.[]
No comments:
Post a Comment