Percayalah di balik ujian kehidupan tersimpan karunia-Nya yang besar.
Allah itu Dzat yang tidak mungkin menzalimi ciptaan-Nya sebesar dzarrah (atom) sekalipun. Itu tauhid dasar. Dia hanya menginginkan kebahagiaan yang terbaik bagi hamba-hamba-Nya. Lalu lantas mengapa hidup terasa berat? Mengapa masalah rasanya tak kunjung usai? Mengapa aku merasa tersiksa oleh perasaan ini? Apa yang salah? Jelas kesalahan ada di sisi manusia yang dhaif, kita yang lemah, kita yang bodoh, kita yang zalim, kita yang belum paham bagaimana cara Allah mengatur semesta ciptaan, kita yang belum bisa menangkap karsa Allah di balik sekian takdir yang berkelindan. Kita yang memiliki definisi kebahagiaan sendiri dan kemudian memaksakan itu terjadi ketika tirai takdirnya sedemikian kokoh hingga tak mungkin dikoyak.
Kita yang masih setengah-setengah dalam beragama. Di satu saat bisa berkata lantang "Laa ilaaha ilallah" tapi di sisi lain, masih diombang-ambing oleh ilah-ilah selain Allah.
Kita yang pemahamannya tentang Dia masih dangkal. Di satu sisi kita menyeru dengan tegas, "Allahu Akbar" tapi di sisi lain, masih banyak hal-hal yang dirasa lebih 'akbar' dibanding Allah. Sesuatu yang masih mengendalikan dan memengaruhi hampir semua keputusan hidup dan ditakuti hilangnya.
Kalau boleh jujur, kita masih menyimpan sekian bayang-bayang keraguan dalam hati kita. Benarkan Allah akan menjamin rezekiku dan anak-anak? Dari mana datangnya ga kebayang? Benarkah aku akan mendapatkan jodoh? Apakah aku bisa sembuh? Dan sekian banyak keraguan akan kuasa-Nya. Maka ketika musibah datang, kita pun ragu, apakah benar ada kebaikan di dalamnya?
Keraguan itu ada ketika kita belum mengenal betul siapa Allah Ta'ala. Karena kalau kata Rasulullah SAW - insan yang paling mengenal Allah - kalau seseorang mengenal Allah pasti akan jatuh cinta kepada-Nya. Dan kalau orang sudah jatuh cinta, apapun yang datang dari Sang Kekasih pasti akan diambilnya dengan suka cita tak melihat bentuknya apa, selama itu pemberian-Nya maka hatinya akan melonjak girang. Ya, sekalipun Dia menggenggamkan batu bara, tetap yang kita lihat adalah tangan-Nya...tangan Allah...ini tangan-Mu yang menyampaikan wahai Gusti. Dengan keyakinan itulah dia berjalan meniti ujian demi ujian dalam kehidupan dan perlahan dengan pasti mulai merasakan manisnya karunia Allah.
Amsterdam, Selasa siang di musim semi yang cerah
1 April 2025 / 2 Syawwal 1446 H, pukul 14.23
No comments:
Post a Comment