“Dan bertakwalah kepada Allah; Allah akan mengajarimu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS Al-Baqarah[2]: 282).
Ayatnya jelas. Singkat tapi padat. Dan seharusnya bisa menjadi solusi praktis sekalipun ketika kita berhadapan dengan fenomena kehidupan yang membingungkan. Kuncinya taqwa, maka Allah langsung yang akan mengajari, bukan ustadz, bukan -what so called by- para ahli dan konsultan. Kalaupun syariatnya solusi itu datang dari manusia, mereka hanya sebagai perantara saja. Tapi adabnya yang kita harus menghadapkan diri dan konsul langsung kepada Allah Ta'ala. Dan itu sangat mudah, tak perlu prosedur protokoler yang ribet seperti kalau kita mau bertemu kepala negara. Tak perlu juga janjian dulu dengan sekretaris pribadinya seperti kalau kita mau janjian dengan seorang CEO dengan jadwalnya yang padat. Tak perlu juga bayar puluhan juta untuk duduk di meja yang sama sambil menikmati makan malam - untuk bisa berbincang lama - seperti yang dijual loleh para motivator kaliber internasional.
Allah bisa dihubungi kapanpun dan dimanapun. Yang dibutuhkan adalah penghadapan wajah hati kita. Lebih afdhol lagi memang sambil sebelumnya wudhu dulu, ganti baju khusus untuk shalat dan gelar sajadah lalu berdua saja dengan-Nya di ruang itu. Sebuah pertemuan yang membawa berkah. Karena jika Dia memang hadir maka kehadiran-Nya saja sudah membawa jejak kehangatan di hati, ketenangan yang sesungguhnya dan inspirasi akan tiba-tiba mengalir. Seperti air zamzam yang menyembur dari dalam bumi di bawah hantaman kaki Ismail yang masih bayi.
Allah pun ada di bumi tempat kita berpijak. Dia tidak jauh. Sama sekali tidak jauh. Dan tak pernah jauh. Adalah hijab hati dan kebodohan kita sendiri yang menganggap seakan Dia jauh, merasa seolah Dia tidak menjawab. Padahal Dia lebih dekat bahkan dari urat nadi kita sendiri.
Jadi, jangan-jangan penyebab kita selalu berkubang di masalah yang sama, senantiasa bergulat dengan kesulitan yang itu-itu juga dan kerap bertemu dengan takdir yang itu lagi-itu lagi. Jangan-jangan karena kita belum paham apa maksud di balik Dia menghadirkan semua fenomena itu. Sehingga kita belum lulus ujiannya dan terus diulang. Lantas, perhatikan respon hati kita saat menghadapi itu semua. Apakah terlalu menyalahkan situasi, keadaan atau aktor-aktor yang Allah gerakkan, atau sudah mulai meneropong ke dalam hati dari mana semua itu berasal. Karena semua dinamika kehidupan kita dipancing oleh keadaan hati kita sendiri.
Inilah saatnya merenung. Alih-alih menyalahkan orang lain atau keadaan atas situasi yang tengah kita hadapi dan yang kita tidak sukai itu. Sebaiknya mulai menundukkan wajah dan menerawang isi hati sendiri sambil istighfar banyak-banyak. Minta agar diajari Allah untuk menyikapi keadaan yang ada. Lalu saksikan bagaimana Dia membimbing kita dengan seribu satu cara yang menakjubkan. Perlahan tapi pasti kita akan mulai paham kenapa kita diperjalankan seperti itu. Pemahaman itu akan membuat hati tenang dan kita menjadi tersenyum melampaui semua itu. insya Allah.
No comments:
Post a Comment