Tuesday, January 25, 2022

 Membangun komunikasi dalam pernikahan itu tantangan terbesar dalam komunikasi. Dulu saya merasa cukup handal dalam berkomunikasi, merasa bisa bergaul dan diterima di berbagai kalangan dan saat bekerja di bidang Medical Marketing kemampuan komunikasi saya diasah saat melakukan presentasi atau harus membangun hubungan dengan klien atau kolega. Selain itu saya mendapatkan penghargaan "favourite employee" dua tahun berturut-turut. I think i was good enough in communication. But i was wrong. Dead wrong...Itu teruji betul ketika saya mulai membangun bahtera rumah tangga.


Tiga tahun pertama dalam pernikahan asli jatuh bangun membangun komunikasi. Hampir-hampiran sudah. Kerap ingin menyerah rasanya dan bingung, kok justru sulit sekali berkomunikasi dengan pasangan sendiri? Ternyata yang John Gray paparkan dalam bukunya "Men are from Mars, Women are from Venus" benar adanya. Bahwa perempuan dan laki-laki itu bagaimanapun beda. Tidak hanya beda secara fisik, beda cara berkomunikasi tapi juga cara berpikir, merasa, bereaksi, merespon, menyatakan kebutuhan dan keinginan serta mengungkapkan apresiasinya berbeda. Sedemikian berbeda hingga digambarkan bahwa laki-laki dan perempuan berasal dari dua planet yang tidak sama. Selama kita tidak memahami perbedaan ini dan bagaimana cara untuk menyikapinya maka kita akan terpapar terus dengan perasaan kesal, tidak nyaman, merasa tidak dimengerti dan akhirnya dicekam oleh kesepian.

Ibnu Arabi memaparkan bahwa yang dimaksud "anak" dalam pernikahan adalah komunikasi. Itulah buah pernikahan yang sesungguhnya, sebuah komunikasi yang baik. Dan tentu yang dimaksud komunikasi itu luas, tak mesti secara verbal tapi juga komunikasi non verbal - termasuk dalam urusan ranjang. Hal yang suka malu-malu kita bicarakan, tapi sebetulnya itu sungguh hal yang penting.

Dengannya, kita menjadi lebih melihat buah dari pernikahan dalam sudut pandang yang lebih luas. Bahwa misalkan pasangan yang belum atau tidak Allah karuniakan anak secara fisik belum tentu "mandul" secara hakiki jika keduanya bisa menjalin komunikasi yang baik yang kemudian bisa saling asah, saling asih dan saling asuh sebagai buah dari lancarnya komunikasi tersebut. Tak ada hal yang disembunyikan, tak ada uneg-uneg yang dipendam, tak ada kecurigaan atau prasangka yang membuat hati gelisah. Karena satu sama lain saling percaya, saling menjaga dan saling melindungi.

Sebaliknya, pasangan dengan anak yang banyak belum tentu dipandang "subur" secara hakikat kalau komunikasinya mandeg. Seolah-olah tak ada konflik dan sepi dari pertengkaran, tapi itu karena semata-mata saling menghindar dan tak terjalin sebuah intimasi. Yang ada kesepian yang merambat di relung-relung hati. Sekalinya ribut sedikit lalu dieskalasi sedemikian rupa atau dipendam dalam-dalam dan memilih untuk lanjut menjalani hari-hari tapi sambil menyimpan bara kekesalan di hati. Ini tentu tidak sehat, karena membuat penyakit di jiwa yang kemudian bisa menjalar hingga ke tataran fisik.

Komunikasi itu hal yang esensial dalam pergaulan sosial. Yang namanya interaksi manusia dan bermuamalah pasti ada gesekannya. TIdak mungkin tidak. Tapi tanpa itu kapan kita bisa belajar memafkan, belajar bersabar, dan belajar menyayangi dengan ikhlas dan tanpa pamrih?

Demikian juga jika ada hal-hal yang tidak enak muncul dalam pernikahan, itu adalah wajar. Yang tidak wajar adalah respon kita yang biasanya terlalu berlebihan. Komunikasikan baik-baik semua hal yang mengganjal hati. Selesaikan dulu bersama. Sebisa mungkin tak perlu melibatkan orang luar. Agar terbangun kedewasaan dalam berkomunikasi. Memang tidak mudah, saya pun menjalaninya jatuh bangun sampai ikut pelatihan khusus "couples counseling" dua tahun lamanya. Dan yang paling penting jalani dengan taqwa, karena Allah yang akan mengajari langsung bagaimana cara merespon pasangan dengan tepat. Lama kelamaan komunikasi jadi cair dan lancar dan bagi saya itu adalah modal yang sangat penting agar saya bisa mulai bisa meluaskan kiprah untuk berkontribusi ke masyarakat, karena selama urusan domestik rumah tangga belum beres dan belum rapi percayalah langkah kita akan hanya terseret-seret dan menjadi berat dan lelah sekali menjalani keseharian.[]

No comments:

Post a Comment