Kuota Nafas
Ketika dalam keadaan memiliki kuota internet yang terbatas kita tentu jadi berhati-hati dan penuh pertimbangan ketika menelusuri dunia maya dan akan menjadi selektif dalam mengaktifkan internet. Hanya untuk membuka dan menjawab pesan-pesan yang masuk.
Biasanya saat ditempatkan pada sebuah keterbatasan, manusia cenderung untuk menyortir aktivitasnya dan menerapkan skala prioritas.
Banyak yang lupa bahwa nafas kita terbatas. Sangat terbatas. Ada kuotanya. Sesuatu yang dikatakan dalam hadits bahwa ajal sudah ditetapkan. Kalau kita pukul rata jumlah nafas manusia sekitar 20 kali per menit. Maka dalam satu tahun kita kira-kira bernafas sebanyak 20 x 60 x 24 x 365 = 10.512.000 kali. Lalu berdasarkan data dari Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 2019, angka harapan hidup rata-rata orang di dunia itu sekitar 72 tahun, dan itu adalah sekitar 756.864.000 jumlah nafas, kira-kira kurang dari 800 'megabyte' nafas atau 0,78 gigabyte nafas. Kalau saya umpamakan jumlah nafas dengan kuota internet - karena sekarang sedang zaman internet - maka kita tahu memiliki kuota kurang dari 1 gigabyte itu mepet sekali, apalagi kalau harus zoom-an. Dan lupakan jika ingin menggunakan kuota yang ada itu menonton film online.
Masalahnya jumlah kuota 0,78 gigabyte nafas itu direntang dalam orde tahun manusia yang selama 72 tahun itu. Ada sebuah relativitas yang terjadi di sini sehingga seakan-akan itu masih lama. Seolah-olah kita masih punya banyak waktu. Padahal waktu kita untuk menjalani kehidupan di bumi dibandingkan penantian di alam barzakh yang bisa ribuan tahun atau bahkan alam akhirat yang panjang itu, maka itu bagaikan sekejap mata saja.
Orang yang Allah hidupkan hatinya akan mulai bisa melihat keterbatasan kuota nafas ini. Karenanya setiap nafasnya dia gunakan sebanyak-banyaknya untuk berdzikir, merenungkan tentang ciptaan dan Sang Pencipta, dan untuk beramal shalih sebaik-baiknya. Itu juga sebabnya mereka yang telah terbangunkan itu sangat menjaga ucapannya. Karena setiap kata yang mereka keluarkan menggunakan kuota nafas yang ada. Dan mereka sadar betul bahwa setiap ucapan akan dipantau dan diminta pertanggung jawabannya nanti. Allah Ta’ala berfirman: “Tiada satu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS Qaf: 18). Imam Al-Syafi‘i berpesan “Apabila seseorang ingin berbicara, hendaklah berpikir dulu. Bila jelas maslahatnya maka berbicaralah, dan jika dia ragu maka janganlah dia berbicara hingga nampak maslahatnya.”
Begitulah, kesadaran akan sebuah kondisi keterbatasan akan membuat kita berpikir ulang sebelum memutuskan sesuatu. Karena setiap langkah akan menyerap kuota yang ada. Maka patut kiranya memohon tuntunan kepada Sang Pemberi kuota agar menuntun dan mengajari bagaimana cara menggunakan sisa kuota yang ada agar kita bisa men-download hal-hal yang benar-benar berharga bagi dunia dan akhirat. []
No comments:
Post a Comment