Tuesday, September 19, 2023

 Ada hukum dan aturan dalam kehidupan yang sangat kokoh

Demikian kokohnya sampai sekuat apapun keinginan dan upaya kita untuk menerobos bahkan menembusnya sekalipun tidak akan pernah berhasil jika apa yang kita inginkan itu tidak tertulis di Lauh Mahfudz, it was not meant to be.
Tentang hal ini ada seorang pemuda yang datang kepada Rasulullah saw meminta agar didoakan oleh sang Nabi saw agar dirinya bisa berjodoh dengan seorang perempuan dambaan hatinya. Bukankah doa nabi adalah makbul? Mungkin begitu pikir si pemuda itu. Yang tidak disangka, Rasulullah tidak langsung mendoakan, malah memberi nasihat bahwa kalaupun beliau beserta seluruh penghuni langit mendoakan - dengan kata lain doa yang kuat sekalipun dan all out - tapi kalau ihwal perjodohan dengan si perempuan itu tidak ada tulisannya di Lauh Mahfudz maka tak akan pernah terjadi.
Jadi ada hal lain dalam kehidupan yang mesti kita telaah. Makanya hidup itu tidak bisa ngoyo, kita akan sakit sendiri dan patah karena terlalu memaksakan kehendak diri tanpa pernah mencoba membaca apa kehendak-Nya.
Itulah pentingnya belajar agama. Pentingnya mempelajari Al Quran. Pentingnya membuka khazanah keilmuan dasar tentang apa kehidupan ini dan bagaimana aturan mainnya. Agar kita tidak pontang-panting mencari-cari jalankeluar sendiri tapi hanya sekadar berputar-putar di dalam labirin yang seolah tak bertepi. Seumur hidup terlalu mengandalkan kemampuan diri, kemampuan pasangan, kekayaan, tabungan, karir yang menjanjikan, posisi yang mentereng, popularitas yang sedang bersinar, bantuan keluarga, warisan orang tua dll. Tapi Tuhan. Dia jadi nomor sekian, sekadar jeda shalat diantara kesibukan mencari dunia - pun sekadar menggugurkan kewajiban. Bebas dari rasa bersalah atau takut sama mertua atau apa kata orang kalau dilihat tidak shalat.
Di alam mulkiyah ini kita tinggal menjalani apa yang telah Dia tetapkan. Pilihannya hanya bersuka cita (tau'an) atau terpaksa (karhan) melakukannya (QS Fushshilat:11). Kesukacitaan itu yang membuat khazanah jiwa mengembang menjadi tujuh langit.
Suka cita menerima takdir hari ini, walaupun masih terasa pedih dikhianati orang dekat. Sakitnya tuh disini. Tapi keyakinan bahwa di balik segala yang terjadi pasti ada hikmahnya membuat dia bisa menelan pil pahit itu, semoga berkhasiat menjadi pensuci jiwa.
Suka cita menerima kenyataan keadaan hari ini. Walaupun berat rasanya, tapi dia tetap ber-husnodzon bahwa Tuhannya menyimpan berlimpah kebaikan jika dia bersabar melalui ini semua. Semua akan indah pada saatnya.
Sukacita menjalani kondisi fisik yang sakit. Walaupun sakitnya kadang tak tertahankan sambil meringis pedih, tapi keyakinannya kepada keadilan Sang Pencipta dan kehidupan yang lebih baik di alam berikutnya memompa semangatnya untuk terus menjalani episode ini dengan sebuah kesukacitaan di hatinya.
Hidup itu ada arah dan orientasinya. Keberadaan kita dalam penggal waktu yang singkat ini pun demikian. Ada tujuan dan misi sucinya. Kita bukan sekadar makhluk yang sekadar numpang lewat, hidup, bernafas, berkembang biak, meraih kenyamanan hidup dan selesai. Setiap manusia punya fitrah mengejar makna hidup. Tapi hidup baru bisa dimaknai jika kita memahami apa maksud semua ini, kenapa aku dilahirkan di orang tua yang itu? Kenapa dalam raga yang ini? Kenapa pernah mengalami ini dan itu? Kenapa ini? Kenapa itu? Semua pengetahuan kita tentang diri sendiri dan seluruh takdir yang melingkupinya adalah anak tangganya untuk mengenal siapa Sang Rabb, yang mendesain itu semua. Hanya dengan perspektif itu maka kita mulai bisa melihat pola yang tertampilkan dengan berbagai warna kehidupan yang telah terjadi. Dengannya episode gelap sekalipun membentuk keping puzzle tertentu yang melengkapi sebuah gambaran yang utuh. Yang tanpa keping itu kita tidak pernah menjadi orang yang utuh. Yang terjadi sudah berlalu. It's done. Keburukannya kita istighfar, kebaikannya kita syukuri. And we move on. Baca terus kitab kehidupan kita. Itu cara bersyukur. Karena tak ada yang bisa mengagungkan kehidupan kita kecuali diri kita sendiri.
Hidup itu ada arahnya. Yaitu untuk mengenal Sang Pencipta dari mulai level asma-asma, sifat dan perbuatan-Nya. Di alam ini, kita belajar membaca siapa Dia dari semua ciptaan-Nya yang diorkestrasi demikian teliti dan detil sejak zaman azali.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kemehakuasaan Allah) bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur” (QS Luqmaan: 31).

No comments:

Post a Comment