Siapapun yang menikah rasanya tidak akan berpikir untuk bercerai. Ia cenderung ingin menikah dengan calon pilihannya itu untuk selamanya. Tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat. Tapi dalam hidup, perceraian bisa jadi tak terelakkan. Banyak kondisi yang memaksa rumah tangga harus mengambil langkah ini. Maka dalam Islam opsi bercerai ada, karena dalam memilih pasangan pun kadang itu adalah sebuah perjalanan dari setiap individu yang sebenarnya kalau ditelisik lebih dalam adalah sebuah perjalanan mencari kesejatian diri untuk pada akhirnya menjadi semakin mengenal Sang Pencipta.
Saat perceraian tampaknya sudah di pelupuk mata maka semua emosi akan bercampur aduk menjadi satu: marah, sedih, kecewa, takut, khawatir, malu dll. Sadarilah bahwa ini adalah sebuah masa berduka yang rata-rata akan dirasakan demikian menghimpit di enam bulan pertama setelah perceraian ditetapkan secara pribadi. Di beberapa kasus, proses berduka ini bisa membutuhkan waktu dua tahun untuk mengendapkannya.
Memang bercerai adalah hal yang dibenci oleh Allah, sebagaimana hadits Rasulullah SAW bersabda,
"Perbuatan halal, tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak" (HR Abu Daud)
Namun demikian, dalam Al Qur'an kemungkinan itu diberi ruang sedemikian rupa, hanya saja harus dilakukan dengan panduan-Nya,
"...ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf" - QS Al Baqarah 231
Kema'rufan ini terkait dengan ma'rifat. Pada akhirnya semua dinamika hidup, termasuk kehidupan pernikahan kita adalah sebuah wahana untuk semakin mengenal diri. Mengenal karakteristik takdir yang Allah tetapkan kepada setiap diri yang sedemikian rupa ditakar dan ditakdirkan dalam ilmu-Nya. Tujuannya adalah agar kita makin mengenal siapa Dia, Sang Rabbul 'aalamiin.
Pesan dari tulisan ini adalah bahwa memang menyakitkan episode perceraian ini, apalagi kalau anak terlibat di dalamnya. Akan tetapi jangan kehilangan orientasi dari pagelaran besar yang tengah Allah Ta'ala bentangkan di hadapan kita. Agar kita tidak tenggelam dalam lautan kesedihan yang dalam dan perlahan-lahan bisa berjalan menyongsong hari demi hari dengan sebuah kebersyukuran. Fokuslah dengan segenap pemberian-Nya, bahkan sekedar merasakan bisa menghirup udara pagi dan merasakan hangatnya terpaan sinar matahari di pagi yang cerah. Atau masih bisa tidur dengan nyenyak. Atau masih bisa menikmati secangkir kopi dan makanan yang enak. Temukan kesenangan-kesenangan yang kecil dan tersenyumlah di hati yang dalam. Agar kita tidak dibuat terpuruk dengan ketetapan-Nya. Ingat ayat Allah Ta'ala tentang perang. Inilah medan perjuangan kita,
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu padahal itu baik bagimu dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui." - QS Al Baqarah : 216
Imani bahwa apapun yang Allah tetapkan bagi kita termasuk anak-anak kita adalah dalam timbangan kebaikan, keadilan dan ilmu-Nya. Adalah mustahil Dia menzalimi hamba-Nya. Kalaupun masih pedih menjalaninya dan terasa berat, bersabarlah. Pada saatnya kita akan tersenyum menyadari pemberian-Nya yang tersimpan di balik ujian-ujian kehidupan yang terasa menghimpit ini. Sabarlah, semua akan indah pada akhirnya jika dihadapi dengan sabar dan syukur. []
Musim panas di Amsterdam, 3 Agustus 2024/28 Muharram 1446 H
No comments:
Post a Comment