Saat manusia lahir ke bumi, hatinya bersih dan lapang, maka seorang bayi atau anak kecil tidak menyimpan dendam, akan tetapi seiring dengan pertumbuhannya dan interaksinya dengan dunia sekitar, sang dada mulai penuh dengan pengaruh-pengaruh lingkungannya, dan ini adalah suatu keniscayaan, bahwa setiap orang akan melalui fase kegelapan dirinya masing-masing, untuk kemudian menemukan kembali cahayanya.
“Sungguh Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk dan sifat yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami menurunkan derajatnya ke tingkat yang serendah-rendahnya…” (Al Quran, Surat At Tiin, ayat 4-5)
Orang yang hatinya sempit seringkali merasa tidak nyaman dengan kehidupan, apabila dihadapkan dengan sebuah masalah mudah cemas, hatinya goncang. Mudah tersinggung, ‘pundungan’. Adapun orang yang sudah lapang dadanya, seperti Rasulullah saw, mau dilempar batu, dilempar kotoran, mau dihina, tetap lapang hatinya. Saat beliau kepalanya berdarah karena dilempari batu disertai ejekan saat berdakwah ke Thaif, sehingga malaikat Jibril pun menawarkan untuk menimpakan gunung ke atas kota itu sebagai azab, Rasulullah menolak dan memaafkan seraya berkata, “..saya berharap dengan kehendak Allah, ada keturunan mereka yang akan menyembah Allah dan beribadah kepada-Nya”.
Rasulullah adalah seorang yang teguh dalam pendirian. Ia sangat yakin akan ketentuan Tuhan dalam dirinya. Ia sangat percaya akan kekuasaan Tuhan terhadap segala sesuatu yang ada dalam alam raya ini. Maka dari itu Rasulullah tidak pernah khawatir hari esok, tidak pernah merasa putus asa dalam kondisi apapun. Rasulullah Muhammad selalu bersabar dan berdoa kepada Allah agar diberi kekuatan untuk mengatasi segala ujian dan cobaan yang ditimpakan kepadanya.
Rasulullah adalah seorang yang sangat bijaksana. Ia tidak pernah menghujat, mendengki, mencaci maki orang yang ada di sekelilingnya.
Demikianlah ketika cahaya keberserahdirian (Islam) telah menerangi dada seseorang, maka hati akan bersih dan lapang. Ini adalah suatu hal dapat terjangkau oleh setiap orang yang diizinkan Allah Ta’ala, dengan perjuangan mengalahkan ego dan hawa nafsu serta mensucikan jiwa.
Semoga Allah Ta’ala menambah cahaya dalam dada kita hingga ia lapang. Aamiin.
(Referensi : Materi Serambi Suluk, Zamzam AJT, Jakarta 2008)
No comments:
Post a Comment