Engkau tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah tulisi di hatinya al iman dan telah diperkuat mereka dengan ruh dari-Nya.
Dan dimasukkanlah mereka dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.
Allah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap Allah.
(Al Quran [58]: 22)
Istilah ‘diperkuat dengan ruh dari-Nya’ di atas adalah berupa diturunkannya ruhul qudus. Mereka yang telah memperoleh anugerah ini yang sejatinya disebut ‘Hizbullah’.
Setiap manusia mempunyai potensi untuk menerima anugerah ini. Ibaratnya dalam hati kita diberi sebuah pemancar yang bisa menangkap dan mengakses semua gelombang di segala alam. Karena ruhul kudus itu bisa membangun akses ke alam lain, maka jika ada persoalan di dunia, mata lahiriahnya melihat obyek di dunia atau peristiwa tertentu, namun dengan bantuan ruhul qudus akan terbuka hakikat yang tersembunyi di balik semua obyek dan peristiwa yang ada.
Maka orang yang telah mencapai maqam ini akan melihat jauh di balik sekedar fenomena atau hal yang superfisial. Oleh karena itu jarang ada perdebatan di antara para sufi karena hati mereka melihat hal yang sama. Dalam istilah Ibnu Arabi, “Tidak ada perbedaan pendapat dalam sufisme.” Sebaliknya jika orang hanya mengandalkan akal pikiran dan hal yang bersifat lahiriah pasti akan ribut dan berpecah-belah.
Semua nabi dan mursyid tarekat sebenarnya menuntun sang murid untuk menemukan mursyid yang sebenarnya, yaitu sang ruhul qudus. Pada saat seorang murid telah menemukan guru sejatinya, maka fungsi kemursyidan sang guru berakhir dan guru yang berupa ruhul kudus akan menjadi guru yang berada dalam dirinya. Inilah kondisi yang Rasulullah sabdakan, ‘mintalah fatwa ke dalam hatimu.’
Semoga Allah Ta’ala memudahkan jalan kita menemukan sang guru sejati, aamiin.
(Referensi : Materi Serambi Suluk, Zamzam AJT, Jakarta 2008)
No comments:
Post a Comment