(QS Al Ahzab [33]: 72)
Satu ketika Allah Taála menawarkan amanah kepada lelangit, gunung-gunung, lebah-lebah, sungai-sungai, batu-batu, planet-planet, matahari-matahari dan semua makhluk yang ada di alam semesta, jauh sebelum alam semesta diciptakan dan bentuk-bentuk setiap jiwa dari makhluk-mahluk itu terbentuk. Kemudian mereka menolak karena takut mengkhianati amanah, kecuali manusia yang kemudian menerima amanah itu.
Karena alam semesta dan isinya menolak amanah tersebut, maka Allah Taála memberi mereka masing-masing perwujudan yang paling pas dengan jati dirinya, maka terbentanglah langit dengan ketinggiannya, matahari dengan ukuran dan panasnya yang telah ditentukan, lebah dengan desainnya yang seperti itu, semua adalah makhluk yang berserah diri pada ketentuan Allah. Maka kita lihat alam semesta ini adalah wajah dari Ahadiyah Allah Taála, semua hidup dalam gerak yang harmonis, tidak bertabrakan satu sama lain. Kalau kita punya dzauq (rasa dalam diri) kita juga bisa menyaksikan betapa bintang yang ada nun jauh di sana ada hubungannya dengan elektron yang dekat di sini, dengan semut yang sedang bergerak di dinding ini. Tegaknya alam ini dengan indah adalah bukti representasi dari satu Allah, karena jika ada lebih dari satu pengatur dalam alam semesta niscaya akan terjadi tabrakan dan ketidakteraturan.
Alam semesta adalah makhluk Tuhan yang ridha dengan ketetapannya, mereka adalah makhluk yang berserah diri kepada takdir-Nya, maka kita bisa merasakan kedamaian hati dan kelapangan jiwa saat berinteraksi dengan alam. Dari alam kita belajar, apabila diri mau berserah diri diatur dengan kuasa-Nya, niscaya kita tidak akan mengalami 'tabrakan'dalam kehidupan.
(Disajikan ulang dari Kajian Hikmah Al Quran, Zamzam AJT. 24 Desember 2005)
No comments:
Post a Comment