Thursday, October 28, 2021

 Bersabar didera keletihan dan rasa bosan itu sudah salah satu makanan pokok ibu rumah tangga. Itulah medan jihadnya. Mengerjakan hal yang sama berulang kali, membersihkan dan membereskan rumah, mencuci baju, belanja, masak dll memang bisa membuat stamina kita turun. To all mother in the world, i feel you...


Beda memang rasanya ketika kita lelah dalam rangka mengerjakan semua pekerjaan kantor atau bisnis. Ada variasi tertentu, interaksi dengan kolega, and yes at the end of the day you can expect a reasonable paycheck. Rasanya rewarding gitu. 


Rewarding, nah itu masalahnya. Kita demikian terbiasa mendefinisikan reward dari hal-hal yang bersifat materi. Sesuatu yang ada nominalnya, bisa dipegang piala atau piagamnya, atau bisa didengar tepuk tangan serta sekian pujian yang menyertai. 


Been there done that. Tapi seiring dengan rambut helai demi helai menjadi memutih. Saya mulai merasa justru reward yang tak terlihat (invisible rewards) itu yang justru dalem bener pengaruhnya. Hal-hal seperti rasa damai, ketentraman, kebersyukuran, bisa memaafkan, bisa let go, tidak ngoyo, pokoknya bahagia saja apapun keadaannya. Itu justru "barang-barang" yang mahal yang tak dijual di amazon, ali baba, tokopedia, lazada, atau toko manapun you name it. Kenapa ga ada yang bisa jual? Karena hal-hal seperti itu murni pemberian Tuhan. Tak ada campur tangan nabi, malaikat, ustadz, emak, mang ojek dll. It's simply given.


Pertanyaannya, kalau itu diberikan, kenapa banyak orang yang tak bisa mensyukuri hari ininya? Mengapa tak bisa menerima keadaannya? Mengapa mengeluhkan pembagian rezekinya dan mendengki yang lain atas kenikmatan yang diterimanya? Why it's not easy to be happy?


Well i know why. In my own experience it's the ego that blocked me from my own happiness. Ego yang berkata, "Kamu kan mestinya begini...mestinya kamu punya ini...mestinya kamu jadi itu...mestinya...harusnya...kerennya..."  Seribu satu mantra dan alasan yang dihembuskan oleh si ego yang membuat kita menjadi memandang rendah pasangan kita, menganggap kecil rezeki yang ada, melihat keburukan di semua hal, selalu meronta dari koordinat takdirnya di setiap ruang dan setiap saat. Si ego itu hawa nafsu kita sendiri, musuh terbesar manusia yang peperangan menundukkannya itu dikatakan oleh baginda Rasulullah saw sebagai sebuah peperangan yang jauh lebih besar dari perang fisik. Hal itu beliau katakan sepulang dari Perang Badar, salah satu perang paling menegangkan dalam sejarah dan menelan banyak korban jiwa.


Jadi, kembali ke lelah dan bosan. Sambutlah keduanya dengan tersenyum. Itu adalah tamu-tamu Allah yang Dia kirimkan sebagai bagian dari kurikulum untuk melatih jiwa. Agar bertumbuh sifat-sifat baik seperti tangguh, sabar, tawakal dll. And yes, if you feel it's a bit too much. Just take a pause. Manjakan diri dengan apapun yang bisa menyegarkan jiwa, karena memang natur jiwa akan bosan manakala mengerjakan sesuatu yang berulang. Maka sesekali lakukanlah hal yang di luar rutinitas. Be spontaneous. Don't underestimate the power of taking a coffee break and a conversation with yourself☕


Yes you can mama!

No comments:

Post a Comment