Ibu, masa depan anak-anak itu salah satunya tengah dibentuk oleh tangan kita, ibunya.
Ketika Allah Ta'ala berketetapan mengamanahkan mereka dalam pangkuan sang ibu, sungguh itu bukan hal yang main-main. Sebuah kontrak kerja seumur hidup yang balasannya surga. Tak kurang baginda Rasulullah saw demikian mengagungkan peran seorang ibu dengan mengatakan,
"Surga ada di bawah telapak kaki para ibu"
(HR Anas bin Malik ra)
Ketika seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’
Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'”
(HR. Bukhari no. 5971 dan Muslim no. 2548)
Bahkan Rasulullah saw dalam membandingkan kasih sayang Allah kepada semua hamba-Nya itu disandingkan dengan kasih sayang ibu kepada anaknya. Hal itu tertuang dalam sebuah hadis riwayat Umar Bin Khattab. Suatu ketika sebuah rombongan perang mendatangi Rasulullah. Terlihat seorang ibu yang kelabakan mencari bayinya. Seketika bayinya ketemu, ibu tersebut lantas memeluk dan memberikan asi kepada bayinya. Melihat hal tersebut Rasulullah bertanya “Apakah ibu tersebut akan tega melempar bayinya dalam sebuah kobaran api yang menyala?”. Kami menjawab, “Tak akan mungkin, Demi Allah, bahkan ibu itu mampu untuk mencegah bayinya terlempar ke dalam kobaran api.” Atas jawaban tersebut, Rasulullah bersabda,”Sungguh Allah lebih sayang kepada semua hamba-Nya daripada seorang ibu ini kepada anaknya.”
Anak-anak kita itulah tangga menuju Allah Ta'ala yang kita cari-cari. Maka pahamilah bahwa kehadiran mereka bukan menjadikan ibadah kita terganggu, justru malah menjadikan semua ibadah seharusnya menjadi lebih bermakna.
Menjadi ibu itu tak terbatas oleh ruang dan waktu. Jika sahabat ditakdirkan harus keluar rumah dan bekerja, bukan berarti sedang tak berfungsi menjadi ibu. Dari manapun kita berada, entah itu di angkutan umum, di mushalla kantor atau di ruang kerja kita, luangkan waktu barang satu menit saja untuk mengirimkan Al Fatihah untuk anak-anak kita yang sedang bersekolah. Ingat, doa ibu itu powerful. Bukankah itu jauh lebih indah, memiliki keterpautan hati kepada Sang Pencipta ihwal anak-anak kita dibanding lalai hati walaupun sedang berada di sekitar sekolah anak-anak tapi malah hati lalai dan terjatuh dalam medan gosip beserta ibu-ibu lainnya?
Ayo bu. Inilah medan jihad kita. Menempuh lelah dan kadang jemu, mengerjakan hal yang itu-itu lagi. Membersihkan yang lagi-lagi kotor. Merapikan yang selalu berantakan. Udah gitu ga ada duitnya. Eits, tapi jangan salah. Upah terbesar itu memang sesuatu yang bersifat gaib, karena balasannya langsung dari Allah Ta'ala Yang Maha Gaib.
Inilah peran kita, para perempuan, para ibu, pilar-pilar rumah tangga dan negara. Jika pilarnya rapuh, tidak serius mengerjakan amanahnya, tidak kokoh menghadapi takdir dan tidak dalam mensyukuri kehidupan maka semua kehidupan di sekitarnya akan goyah. Saya curiga dengan bermunculannya sekian banyak penyakit sosial di masyarakat, jangan-jangan ini adalah konsekuensi dari tercerabutnya para perempuan dari tugas sucinya masing-masing dan menjadikan peran di rumah tangga dan mendidik anak sebagai sampingan. Sudah saatnya kita kembali kepada peran yang Allah sematkan kepada diri kita, menjalankan peran secara serius menjadi ibu. Jadikan itu sebagai peran utama, yang lainnya ya sampingan saja. Bukan sebaliknya.
No comments:
Post a Comment