Ilusi Sebuah Kelapangan
Tadinya saya pikir, kalau saya punya waktu luang lebih banyak untuk diri sendiri, saya bisa lebih produktif untuk menulis.
Ternyata, berkali-kali saya coba meraup waktu luang lebih banyak dengan menitipkan anak ke ibu, suami, atau memanfaatkan saat mereka sedang mengikuti program summer camp selama seminggu penuh. Ternyata keluangan itu hanya sebuah ilusi, karena entah kenapa saya termakan oleh satu kesibukan dari kesibukan lain sehingga apa yang saya rencanakan pun tak terwujud.
Tadinya, saya pikir kalau saya punya lebih banyak "me-time", saya bisa lebih bisa banyak mengerjakan banyak hal yang terkait passion sendiri. Tapi ternyata, entah kenapa, justru ketika waktu luang saya malah kehilangan arah dan mata air inspirasi seakan berhenti mengalir. Apa yang saya raih di akhir program "me-time" pun tak seperti yang saya bayangkan.
Saya coba renungkan dimana salahnya. Rasanya secara logika bukan terletak di keluangan yang ada. It was simply an open door. A chance to do something right in front of your eyes. What's wrong then? Kenapa justru ketika saya berada di tengah keluangan seakan "flow" itu berhenti mengalir dan saya kehilangan arah karenanya.
Saya mengawali perenungan saya dengan berdzikir. Dengan kesadaran bahwa tanpa panduan-Nya renungan saya bisa jadi hanya akan menjadi sebuah renungan liar yang tanpa arah. Or even worse, merasa memiliki tujuan akan tetapi sebenarnya tengah didikte oleh si hawa nafsu.
Rasanya ini masalahnya. Perkara penyandaran hati atau tawakal. Bisa jadi saya lebih mengandalkan waktu-waktu luang luang itu dibanding kuasa-Nya. Memang tipis, tapi yang namanya terpeleset atau tersandung itu memang bukan oleh hal-hal yang besar. Bisa jadi saya begitu pede, "ah, asyik dapat waktu luang seharian nih, bisa kerjain banyak tulisan" sambil lupa mengucap "insya Allah" dengan sebuah kesadaran betul bahwa itu semua tak akan terwujud tanpa izin-Nya.
Kadang, Tuhan bercanda dengan kita melalui hal-hal keseharian seperti itu. Dalam sebuah rencana yang meleset. Dalam sebuah keterlambatan yang tampaknya disebabkan orang lain atau sebuah kemacetan. Atau dalam sebuah kecelakaan kecil seperti terpeleset, teriris pisau, terjepit pintu dll yang mestinya membuat kita berpikir. Are those really only random things happening in my life? Ah, rasanya Tuhan terlalu tinggi daya intelektualitasnya untuk sekadar membuat useless random things.
Di dunia ini kita mengenal Tuhan melalui sifat-sifat-Nya, asma-asma-Nya dan segenap perbuatan-Nya. Sebuah pengenalan awal yang demikian menggairahkan. Sesuatu yang membuat hidup itu tak pernah membosankan.
Dan tentang ilusi sebuah kelapangan yang saya tengah belajar darinya itu. Rasanya memang Tuhan tak perlu sebuah precondition untuk menurunkan karunia-Nya yang bisa berupa ilham, inspirasi, ide, dll. Adalah pikiran kita yang sering membatasi jelajah kuasa-Nya dengan mendiktekan batasan syarat dan ketentuan sendiri. Seolah kalau aku punya itu akan jadi begini. Kalau aku dalam kondisi yang itu akan jadi begitu. Kalau aku bisa begitu akan begono. Ah ribet banget pikiran manusia memang. Padahal Gusti Allah itu lha ya simpel. Apa yang ada syukuri dan lakoni sebaik-baiknya. Agar kita tidak terjebak pada sebuah ilusi ingin berada dalam kondisi yang kata si hawa nafsu "lebih baik". Because this time, this moment, is the best we've got. Make the best out of it!
No comments:
Post a Comment