Shalat adalah bentuk dzikir yang khusus yang tata caranya dicontohkan oleh Rasulullah saw berdasarkan tuntunan Allah Ta'ala. Betul bahwa esensi shalat adalah dzikir, akan tetapi meninggalkan tata cara shalat dengan alasan hanya ingin mengambil esensinya dan tidak melaksanakan seperti yang Rasulullah contohkan juga sama dengan memasuki rumah tidak dari pintunya, bukan suatu etika yang baik kepada Yang Maha Kuasa, karena Rasulullah saw berkata 'jika engkau ingin dicintai Allah, maka ikutilah aku'.
Semestinya saat shalat adalah momen dimana kita tunaikan sebaik-baiknya hak Allah menyadari betapa seringnya kita lalai mengingatnya di luar waktu shalat, akan tetapi yang terjadi saat shalat pun kerap kali pikiran kita masih didominasi dengan urusan pekerjaan, rumah tangga, mencari rezeki dan beragam pernak-pernik urusan hidup kita lainnya, maka yang terjadi adalah shalat malah menambah jauh jarak kita dengan Allah. Ketika shalat tidak dimaknai dengan benar, maka wajar bila sebagian orang menganggap saat yang diluangkan untuk shalat adalah sahalat yang 'mengganggu' produktifitas kerjanya. Gaung suara adzan yang memanggil hamba-Nya yang beriman untuk menghadapkan hati dan segenap raga bisa terdengar sumbang dan mengganggu. Yang penting kerja! Begitu kata pikiran yang sibuk dengan dunia.
Padahal Allah menjamin semua urusan kita, dan apabila kita memenuhi hak Nya pada saat shalat maka percayalah bahwa Allah akan membereskan semua urusan kita bahkan yang tidak kita pikirkan sekalipun. Tentang hal ini Rasulullah saw pun bersabda "Kalau kita ingin diperbaiki hubungan dengan manusia, maka perbaiki dulu hubungan dengan Allah". Saat shalat itulah kita menyerahkan segenap urusan yang banyak itu di tangan-Nya Yang Maha Kuasa dengan hati yang penuh pengharapan agar kiranya Dia yang menguruskan bagi kita, dan Dia akan menguruskan dengan suatu kemudahan yang tidak pernah kita duga.
(Sajian ulang dari Pengajian Hikmah Al Quran, Zamzam AJT. 12 November 2005)
Amsterdam, 9 Mei 2013
9.35 am
No comments:
Post a Comment