Monday, December 2, 2019
Sejak remaja (sekitar usia 13 tahun) saya diberi rasa gandrung untuk belajar agama. Mencari guru keluar masuk berbagai pesantren. Mengikuti berbagai pengajian dengan berbagai label hingga tidak jarang bergelandang dari masjid ke masjid dan menginap disana.
Di kepala saya bergejolak sekian banyak pertanyaan tentang hidup, tentang siapa saya, tentang untuk apa kita hidup, dsb. Saya pun bergumul dengan konsep dosa dan azab kubur dan bagaimana menyandingkannya dengan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Belum lagi masalah takdir, tentang free will dsb. It's a never ending quest.
Kadang terasa lelah memikirkan itu semua. Tak jarang merasa lebih mudah jika saya acuhkan saja semua suara yang bertanya-tanya di dalam hati itu. Numb it. Dan menenggelamkan diri dalam keseharian dan "rat race of the world" yang bagai obat bius bagi perasaan jiwa yang galau.
Tapi itu hanya berlangsung sementara, karena di malam hari saat semua hiruk pikuk dunia mulai mereda. Suara-suara itu muncul kembali meneriakkan seribu satu pertanyaan yang belum terjawab, tak jarang terbawa dalam mimpi dan kerap mengganggu serta mengusik ketenangan hati.
Hingga pada suatu waktu, di sebuah penghujung malam saya mencoba memanggil-Nya sambil melihat ke langit yang cerah dan ditaburi bintang-bintang. Ingin tahu apakah Dia memang ada dan merespon atau tidak , maka saya tantang dengan meminta menggerakkan salah satu bintang untuk saya sebagai bukti - I know it's a bit too much - Saya pun saat itu tidak begitu berharap. Dan memang saya menunggu lima detik, sepuluh detik, ...hampir satu menit, tidak ada pergerakan dari bintang-bintang di langit. Sampai ketika saya hendak beranjak dari jendela untuk menutupnya, saya melihat sebuah bintang bergerak dari kanan ke kiri. Kontan saya menjulurkan separuh badan saya keluar jendela, memastikan itu bukan sekadar lampu dari pesawat terbang yang biasanya berkelap-kelip. Dan benda bercahaya itu tidak berkelap-kelip! Is it really happening!? Saya melonjak gembira sekaligus menangis seperti orang gila awal pagi itu. Untung tak ada yang melihat.
Itulah awal keseriusan pencarian saya tentang-Nya. Sebuah gerak hati yang membawa kepada dipertemukan dengan guru-guru agama yang luar biasa yang menjawab sekian banyak pertanyaan yang telah sekian lama bergelantungan di dalam alam pikiran saya. Guru-guru yang bertujuan hanya satu, yaitu membawa murid-muridnya menjadi seorang yang mencintai Allah. Guru yang menjawab sebuah pertanyaan bernuansa syariat dengan jawaban indah seperti “Yang penting jangan lukai perasaan Allah dan Rasul-Nya”. Buat saya pendekatan seperti itu membuat banyak hal menjadi ‘make sense’. Saya bisa mulai bisa berdamai satu persatu dengan takdir yang ada. Dan kalaupun ada kesempatan untuk melihat kembali langit, kali ini saya paham untuk tidak meminta sesuatu yang terlalu demonstratif dan seakan memaksa Dia mengubah alam luar. Karena keajaiban yang sesungguhnya justru terjadi di dalam diri kita sendiri. <3
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment