PULANG KAMPUNG
Tahun ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah hidup kita pulang kampung adalah hal yang tidak disarankan. Walaupun harus mengorbankan keinginan ingin melepas rindu bertemu handai taulan, terutama bagi yang kampungnya di daerah yang masih minim kasus wabah Corona. Maka kebesaran hati dia untuk tidak pulang kampung adalah sebuah keputusan yang baik. Mencegah menzalimi orang saudara terutama orang tua atau saudara yang sudah berusia sepuh atau sakit yang lebih rentan untuk menimbulkan gejala berat jika tertular virus Covid-19.
Pulang kampung tidak sekadar ide tentang tempat, tapi lebih kepada orang yang kita tuju disana. Terutama orang tua kita. Apalagi jika jarang bertemu dan jauh jaraknya. Orang tua, merekalah yang terutama memberi makna pada sebuah perjalanan pulang kampung. Dari merekalah kita berasal. Tanpa mereka kita tidak ada di dunia ini. Tanpa kasih sayang yang Allah curahkan melalui mereka, maka kita tidak akan ada di titik ini. Karena orang tua yang menjadi tujuan utama pulang kampung, tidak sedikit yang kemudian tidak pulang kampung ketika orang tuanya sudah tiada. Sudah pudar daya tarik dan motivasinya.
Tapi, bicara tentang dari mana kita berasal. Manusia sebagai raga memang terlahir dari ibu dan ayah kita. Akan tetapi manusia sebagai jiwa terlahir dari alam yang lebih tinggi yang lebih dekat dengan Sang Pencipta. Itu kenapa jiwa selalu diliputi oleh dahaga, karena bagaimanapun arena dunia ini adalah hal yang asing baginya. Sang jiwa akan selalu mencari jejak yang berkaitan dengan dunia langitnya, apakah itu berupa nubuwah yang diberitakan dalam kitab suci, hikmah maupun mengikuti urusan (‘amr) dari Tuhan. Itu adalah hal-hal yang berbau “kampung halaman” dan menyegarkan si jiwa.
Karena itu kita menjadi paham bahwa selama jiwa memuaskan perasaan rindunya untuk pulang kampung. Selama itu juga kita sebagai manusia akan merasakan sebuah celah di hati, sebuah kerinduan yang tak akan hilang dan tak lenyap dipuaskan oleh apapun juga. Karena memang tidak ada satu obyek alam bumi ini yang bisa memuaskan jiwa. Dia hanya bisa terhibur dengan obyek-obyek langit, sebuah kesegaran ketika menerima berita dari Tuhannya.
Untuk yang sibuk berkutat dengan dunia, hal ini akan terasa sumbang dan tidak masuk akal. Tapi bagi para pencari-Nya maka informasi seperti ini akan ditemukan bertebaran di dalam kitab suci-Nya. Sesuatu untuk menghibur dan menguatkan sang jiwa. Seperti yang dikabarkan oleh salah satu utusan-Nya,
“Wahai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini adalah kesenangan sementara. Dan sesungguhnya akhirat itu adalah negeri tempat kembali.” (QS Ghafir: 39)
Kalau kita demikian serius mempersiapkan mudik kita di dunia, mestinya persiapan mudik yang hakiki ke akhirat harus lebih serius lagi. Apalagi saat itu tidak akan ada lagi arus balik.[]
No comments:
Post a Comment