“Gara-gara dia rumah tangga ini berantakan!”
“Gara-gara dia bisnis ini bangkrut!”
“Gara-gara dia saya jadi merasa tidak nyaman!”
Refleks pertama manusia ketika dipaparkan oleh kesulitan dan musibah adalah mencari penyebab. Itu sangat wajar, demikianlah cara pikiran kita bekerja. We have to make sense of things. Otak kita didesain untuk bisa melakukan tindakan penyelamatan. Maka manusia adalah salah satu ras yang bisa bertahan lama di muka bumi melalui bermacam zaman dari zaman es, zaman wabah, zaman perang dan lain-lain. Kita mencari solusi dari permasalahan yang ada. Dan langkah pertama adalah mengidentifikasi penyebab agar kemudian dapat merumuskan jalan keluarnya. Itu terjadi dalam tataran pikiran.
Tapi bukankah manusia tidak hanya terdiri dari otak dan jasad? Agama membawa kita kepada kesadaran tentang adanya entitas lain seperti hati (qalb) dan jiwa (nafs). Dari khazanah agamalah kemudian kita berkenalan dengan adanya alam barzakh, alam akhirat dan lain-lain. Sebuah rangkaian perjalanan panjang setelah dunia yang singkat ini. Bahwa kematian bukan akhir dari segalanya. Ia hanya pintu gerbang menuju ke kehidupan yang lain yang lebih kompleks dan mencengangkan.
Kalau diri kita terdiri dari aspek yang fisik dan aspek yang bersifat spiritual. Sebenarnya demikian pula seluruh kejadian yang melingkupi kita. Bahwa fenomenanya dompet itu hilang oleh pencopet iya. Tapi kalau hanya berhenti disana, kita rugi. Hanya dapat kemarahan pada si pencopet dan hilang aspek batin di balik kenapa itu terjadi pada diri kita. Kita menjadi tidak belajar dari sebuah keadaan. Karena tidak ada satu daun pun jatuh di bumi tanpa Dia izinkan dan Allah Maha Mengetahuinya. Tauhid kita mengajarkan bahwa ketika sesuatu itu Allah izinkan pasti ada kebaikan di dalamnya. Sesuatu yang harus kita gali betul agar tidak hanya tertambat pada hiruk-pikuk fenomena lahiriyah.
Sekarang mari kita cermati baik-baik apa yang Dia izinkan dalam hidup. Barangkali keadaan ekonomi yang itu, barangkali sebuah perceraian, barangkali kondisi fisik tertentu, barangkali situasi rumah tangga yang demikian, barangkali perilaku anak yang merepotkan, barangkali tingkah orang dekat yang kita rasa menjengkelkan. Perhatikan baik-baik. In slow motion. Lihat dekat-dekat. Perhatikan bahwa mereka tidak akan bergerak tanpa “invinsible hand” yang mendorong mereka semua. Ketika hal ini tertangkap maka perhatikan bagaimana hati bisa menjadi lebih bisa menerima. Kita menjadi tidak begitu dikuasai amarah. Kita bisa menjadi lebih pengertian dan memaafkan. Kita bisa tunduk dan berurai air mata merasa tidak berdaya dengan semua “treatment” yang Dia berikan.
Di titik itu, baru istighfar kita nyaring bunyinya di langit. Ketika menyadari bahwa kesulitan dan ujian yang kita alami semata-mata adalah basuhan lembut dari-Nya untuk membersihkan jiwa dan diri kita. Astaghfirullahaladziim…
No comments:
Post a Comment