Wednesday, May 27, 2020


Setiap hari kita berdoa “Ihdina shiraathal mustaqiim” di dalam shalat. Memohon agar ditunjukkan kepada Shiraathal Mustaqiim. Apakah kita sudah merasa dibimbing ke dalam shiraathal mustaqiim? Apa itu shiraathal mustaqiim? Jangan-jangan kita belum paham betul tentang hal yang kita minta. Sehingga kalaupun Allah memberi petunjuk kita tidak merasakannya.


Petunjuk (huda) Allah itu hanya bisa dibaca oleh hati manusia. Akal pikiran bisa saja menebak-nebak tapi yang memverifikasi adalah hati kita. Allah Ta’ala berfirman dalam QS Ath Thagabuun [64]: 11

“Tidak ada sesuatu musibah yang menimpa (seseorang), kecuali dengan izin Allah, dan barangsiapa beriman kepada Allah, niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”


Jadi syarat petunjuk itu turun ke hati adalah ketika sudah ada cahaya iman (nur iman) di dalam hati, walaupun hanya setitik. Karena kehadiran cahaya adalah mutlak adanya untuk membaca sesuatu. Seperti halnya kita tidak bisa membaca apapun dalam sebuah ruang yang gelap gulita, tapi begitu ada cahaya walaupun sebesar nyala lilin maka kita mulai bisa melihat sekitar.


Pada ayat Al Quran di atas keberadaan cahaya dikaitkan dengan kehadiran musibah. Dengan demikian bisa jadi bentuk pengabulan doa kita “ihdina shiraathal mustaqiim” adalah dengan terlebih dahulu dimunculkan musibah. Bisa itu berupa sakit yang lama, kehilangan harta benda, masalah di kantor atau di keluarga. Apapun itu adalah sesuatu yang Allah izinkan untuk membersihkan hati demi menyongsong bersinarnya secercah cahaya di hati. Yang dengan cahaya itu si hamba tidak lagi hidup dalam kegelapan, hanya meraba-raba kehidupan sambil berasumsi dirinya sudah melakukan ibadah dengan baik. Padahal ia jauh dari shiraathal mustaqiim. Sebuah jalan kebahagiaan hakiki yang Allah anugerahkan kepada mereka yang mau berserah diri kepada-Nya. 


Disini pentingnya kita mengkaji Al Quran. Untuk melihat peta kehidupan dan bagaimana cara Allah menurunkan “treatment” dalam kehidupan. Agar kita paham bahwa di balik sebuah kesempitan, kesulitan atau belum dikabulkannya sebuah doa itu semata-mata karena ada sesuatu yang menghalangi. Karena Allah pada dasarnya Dzat Yang sangat gemar memberi. Tapi bagaikan wadah yang tertutup oleh lapisan tebal, sebanyak apapun curahan air hujan dari langit tidak akan dapat memenuhinya maka satu-satunya jalan adalah menyingkirkan tutup wadah itu. Demikian pula berbagai hijab hati yang tidak kita sadari akan Allah kelupas satu persatu melalui pintu musibah. Sakit memang, tapi yang berteriak adalah hawa nafsu dan syahwat kita. Sedangkan jiwa kita akan berbahagia begitu lapisan itu lepas dan cahaya Allah menerpa hati. Insya Allah[]

No comments:

Post a Comment