Monday, August 15, 2016

Batas Kebebasan Manusia

"Allah gave us freedom of action fifteen years ago, and we abandoned it through politeness."
- Abu's-Su'ud ash-Shibli
Kebebasan yang digadang-gadang oleh sebagian orang sebagai justifikasi untuk bisa meraup apapun yang waham mereka inginkan sebenarnya sesuatu yang absurd. Kenyataannya kita semua terlahir di dunia ini dalam sekat-sekat yang tidak kita tentukan. Kita tidak memilih lewat orang tua dan baguan bumi mana dilahirkan, kita tidak mendesain bakat tertentu yang ada dalam diri, lalu jika kita sudah cukup lama merasakan asam garam kehidupan banyak saat dimana kita terantuk oleh dinding takdir yang tak dapat dibengkokkan dan memaksa kita untuk "work with the flow". Kematian dan penyakit misalnya adalah dua komponen takdir yang sangat kuat yang dapat sedemikian rupa mengoyak-ngoyak impian para pembangun mimpi. Dan tidak ada satu makhluk pun yang terbebas dari kematian atau penyakit.
Namun di sisi lain pada kenyataannya juga kita diberi kebebasan untuk melakukan manuver apapun yang kita inginkan. Cara orang menggunakan kebebasan yang ada tergantung dari kondisi jiwa masing-masing. Gambarannya adalah seperti ini:
Sebuah rumah lengkap dengan kebun dan segala isinya dipinjamkan kepada tiga jenis manusia dengan usia yang berbeda; anak balita, remaja dan dewasa. Anda tidak akan kaget jika seorang balita akan menumpahkan berbagai macam cairan dan mencorat-coret dinding rumah, singkatnya keinginannya untuk bereksplorasi akan sukses membuat rumah bagaikan kapal pecah.
Sedangkan bagi si remaja, mungkin daya rusaknya tidak sebesar anak balita, tapi ia belum tergugah untuk membersihkan sisa makanannya yang berserakan , merapihkan tempat tidurnya atau mengurus kebun yang ada di belakang rumah. Sang remaja hanya fokus dengan dunianya sendiri yaitu bermain dan bermain.
Adapun orang dewasa mengerti bahwa rumah harus dibersihkan dan diurus sedemikian rupa, apalagi rumah itu pinjaman, ia akan mempunyai rasa sungkan kepada sang pemilik rumah yang sudah berbaik hati meminjamkan tempat berteduh.
Rumah itu adalah raga kita dan penghuninya adalah sang jiwa manusia. Kebebasan bagi jiwa yang masih anak-anak akan diartikan dengan bisa berbuat seenaknya tanpa mempertimbangkan perasaan samg pemilik raga. Sedangkan bagi yang tingkat kedewasaan jiwanya sudah tinggi seperti yang dikatakan ash-Shibli " kebebasan pun aku tinggalkan " karena ia memiliki adab yang tinggi terhadap Sang Pemberi kehidupan. Baginya sebaik-baik pilihan adalah meninggalkan kebebasan berbuat demi menyenangkan Sang Pemberi kebebasan. Suatu pilihan yang tidak masuk akal bagi sebagian besar orang dan tidak akan pernah masuk akal karena hal itu hanya bisa dipahami oleh komponen hati yang merindu.

No comments:

Post a Comment