Di suatu siang yang indah di kota kembang saya pernah berkesempatan menyupiri kakanda mursyid saya dari kediamannya ke kampus tempat beliau mengajar. Ketika mobil terhenti di lampu merah persimpangan Dago para pengemis mulai beraksi menghampiri kaca jendela mobil kami. Kakanda mursyid dengan sigap merogoh saku celananya untuk meraih rupiah bagi sang pengemis dan hal itu tidak dilakukannya sekali dua kali. Saya memerhatikan dengan perasaan bercampur, satu sisi terharu dengan kedermawanan yang dipancarkan oleh beliau namun di sisi lain saya tidak jarang dibuat ragu apakah baik dan mendidik memberi sesuatu kepada peminta-minta di jalanan ini?
Kakanda mursyid yang nampaknya bisa meraba pergulatan pikiran saya tersenyum kemudian mengucapkan dua kata yang selalu saya ingat hingga detik ini, beliau berkata "tamu Tuhan".
Kakanda mursyid yang nampaknya bisa meraba pergulatan pikiran saya tersenyum kemudian mengucapkan dua kata yang selalu saya ingat hingga detik ini, beliau berkata "tamu Tuhan".
Inilah kiranya salah satu resep sukses beliau menapaki jalan mendaki pencarian Tuhan, karena memiliki mentalitas positif selalu menyikapi apapun yang dihadirkan ke hadapannya sebagai tamu yang Tuhan kirimkan yang pastinya layak untuk dijamu dengan baik dan datang dari hati yang menginginkanNya semata.
Setiap hari kita dihadirkan beragam tamu Tuhan mulai dari yang berbentuk fisik ataupun berupa lintasan-lintasan pikiran dan pasang surut perasaan yang mengalir di dalam hati yang tak ada seorang pun bisa membacanya kecuali kita sendiri dan Dia yang mengalirkan. Mudah memang untuk menjamu tamu yang menyenangkan hati, kita pun bahkan bisa dibuat tahan berlama-lama bercengkrama dengannya, namun tantangan sebenarnya bagi tuan rumah untuk bisa menunjukkan kemahirannya menjamu tamu justru saat menghadapi tamu yang menyebalkan, membuat sedih atau marah. Apakah kita sang tuan rumah masih bisa tersenyum dan melayaninya dengan baik atau menyerah pada perasaan hati yang tak enak dan membiarkan diri dikuasai oleh emosi negatif yang membuat kita tidak bisa menampilkan sisi diri kita yang terbaik?
Ihwal menjamu tamu ternyata suatu santapan harian yang konsekuensinya terentang dari dunia ini ke kehidupan di akhirat nanti. Tidak mengherankan baginda Rasulullah saw berwasiat mengenai hal ini :
“Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR. Bukhari)
Kiranya beliau tidak hanya membicarakan perihal tamu berwujud nyata yang datang ke rumah kita saja.
No comments:
Post a Comment