DUA PENJUAL BUAH
Ada dua orang penjual buah yang menjual
variasi dagangan yang persis sama. Lapak mereka pun terletak tidak jauh satu
sama lain. Walaupun sekilas satu sama lain seperti kompetitor, pada praktiknya
mereka justru saling membantu. Mereka paham betul rezeki tidak akan kemana, masing-masing sudah ada pelanggannya
sendiri-sendiri hingga tak perlu berebutan atau saling mendengki.
Puluhan tahun sudah berlalu, kedua penjual
buah ini masih mencari nafkah berdampingan. Tak banyak yang berubah dari jualan
mereka yang itu-itu saja. Satu-satunya mungkin yang nampak berbeda adalah
bertambahnya keriput di kulit mereka dan rambut mereka yang makin memutih.
Ini adalah realita kehidupan yang
ditampakkan oleh dua penjual buah. Bahwa rezeki itu ada yang mengatur. Walaupun
berdampingan, tak perlu merasa tersaingi atau terancam berkurang rezekinya.
Berpuluh tahun sudah mereka membuktikannya. Rezeki di tangan Tuhan itu sudah
bukan jargon semata baginya, mereka sudah mengalaminya sehari-hari.
Sedangkan kita?
Mana yang kita lebih yakini, rezeki yang
ada di tangan Allah, atau yang ada di tangan para pemilik perusahaan tempat
kita bekerja?
Mana yang lebih kita harapkan, rezeki yang dipersiapkan
oleh Allah atau bisnis kita yang kita harap-harapkan labanya?
Mana yang lebih menjadi sandaran kita, jumlah
saldo yang ada di rekening kita atau jaminan hayathan thayyiba yang Allah janjikan kepada mereka yang bertaqwa?
Di titik ini kita mesti betul-betul
meneropong hati masing-masing. Jangan-jangan kita kalah tawakal dibanding kedua
penjual buah itu.[]
No comments:
Post a Comment