Friday, January 15, 2021

 SALFOK (Salah Fokus)


Selama ini mungkin kita menganggap pernikahan kita adalah semata-mata tentang meraih kebahagiaan dan keharmonisan sebagai suami istri.

Selama ini mungkin kita menganggap bahwa kesuksesan karir kita diukur dari jenjang promosi yang kita capai atau besaran gaji yang kita terima.

Selama ini kita membayangkan keberhasilan kita mendidik anak adalah ketika mereka shalih, pinter, dan berprestasi.

Tapi ternyata kehidupan selalu punya cara agar kita berpikir ulang tentang nilai hakiki dari semua fenomena. Karena jika hanya diukur dari sebuah kebersamaan dan romantisme semata, tentu pernikahan seorang yang mulia seperti Ibrahim as dan Siti Hajar akan dipandang sebagai sebuah tragedi. Bagaimana seorang suami meninggalkan istri dan anaknya yang baru lahir di tengah lembah yang kering. Sejarah yang kemudian membuktikan bahwa tanpa itu seorang Ismail tidak akan tumbuh menjadi seorang nabi dan seorang Siti Hajar tidak melejit kemuliaan akhlaknya. Dan barangkali tanpa peristiwa itu Ka'bah pun tak ada ceritanya.

Kalau kita memandang kesuksesan hanya dari pencapaian nominal maka seorang mulia seperti Nuh as bisa dipandang gagal total karena beliau berdakwah 950 tahun lamanya dan 'hanya' bisa meraih 80-an orang. Adalah Sang Waktu yang kemudian menunjukkan bahwa rentang sekian tahun itu adalah lamanya tumbuh benih pohon yang sangat kuat yang menjadi bahan baku untuk sebuah bahtera yang bisa menyelamatkan manusia-manusia pilihan dan beberapa hewan yang Allah tunjuki untuk me-reset ulang kehidupan di bumi setelah terjadi kerusakan yang luar biasa.

Lalu jika kita memandang kesuksesan dalam merawat dan mendidik anak hanya dilihat secara superfisial maka sekali lagi Nuh as yang mulia itu bisa-bisa dianggap 'gagal' mendidik anak karena salah satu anaknya Allah larang untuk diselamatkan dari bencana banjir besar.

So what is the real game here?
Sepertinya kita harus sadar bahwa fokusnya kehidupan itu bukan semata tentang kita, bukan semata tentang mencari kebahagiaan pribadi atau bahkan berpusat pada keinginan mendapatkan kenyamanan di dunia. All that is a recipe for disaster. Mungkin itu juga penyebab kita kurang bahagia selama ini, penyebab kita bermuram durja menjalani takdir-Nya, penyebab hati berkeluh kesah menjalani keseharian. Karena fokus kita bukan kepada Dia, alias kurang ikhlas.

No comments:

Post a Comment