Saturday, January 16, 2021

 Ada tiga macam gerak kebebasan.


Rata-rata orang ingin BEBAS DARI apapun yang menjeratnya saat ini yang membuatnya tidak nyaman. Misal, bebas dari utang, bebas dari pernikahan yang tidak bahagia, bebas dari tugas, bebas dari kesempitan dll.


Kutub lainnya adala orang yang berpikir BEBAS UNTUK melakukan atau mendapatkan apapun yang diinginkannya. Biasanya berkaitan dengan kebebasan jenis pertama. Karena adalah natur pikiran untuk berpikir hitam-putih atau problem-solution. Walaupun belum tentu apa yang dipikirkannya itu benar, karena kesalahan logika atau cara berpikir misalnya. Maka seiring dengan munculnya keinginan untuk BEBAS DARI biasanya pikiran akan otomatis bekerja untuk menyediakan alternatif pilihan. Misalnya, bebas untuk membeli apapun yang dimau dalam arti kebebasan finansial, bebas untuk menikah dengan seseorang yang menurut syahwat kita lebih cocok, bebas untuk tidak melulu mengerjakan tugas, bebas untuk melangkah kemanapun yang dia inginkan dst.


Dua jenis kebebasan di atas berhubungan satu sama lain dan punya satu warna khas yang sama. Yaitu apapun bentuk kebebasan yang keduanya tuju, pasti tidak berkaitan dengan apapun yang tengah Allah takdirkan atau bentangkan dalam ruang kehidupan kita per saat ini. So, it’s a mind game. Sebuah kebebasan angan-angan yang tak menjejak.


Ada jenis kebebasan ketiga yang tak memerlukan syarat keluar dari situasi atau keadaan tertentu ataupun tidak memerlukan pencapaian ini-itu. Itu adalah jenis BEBAS SEKARANG JUGA, apa adanya dinikmati. Inilah yang dimaksud dengan bersyukur. Sebuah kata yang sering kita ucapkan tapi bahkan untuk mulai memahami bahwa tidak ada satu penggal pun dalam kehidupan kita yang sia-sia, ihwal kebersyukuran ini dipasangkan dalam doa ketika seseorang memasuki usia 40 tahun:


“Ya Rabbku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al-Ahqaf: 15)


Sekarang, terserah kita. Mau mengantungkan kemerdekaan pada faktor-faktor di luar diri yang jauh dari jangkauan. Atau memerdekakan hati dengan ikhlas menjalani kehidupan ini apa adanya dan selalu melihat hal positif bahkan dalam nestapa sekelam apapun, kehidupan sesempit apapun atau takdir sepanas apapun yang tengah kita pijak. Dengan sebuah kesadaran yang dalam bahwa semua yang Allah berikan pasti mengandung kebaikan di dalamnya. Tinggal sabar menunggu saat kita memahaminya. Insya Allah🙏

2 comments:

  1. Assalamualaikum, maaf tuk kebodohan sy ini, mohon pencerahannya agar sy bs menghentikan kebingungan diri ini tuk membedakan pilihan ke 3 yg anda paparkan dgn pragmatisme. Hatur nuhun.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Maaf jika membuat bingung. Yang saya ingin sampaikan bahwa sebenarnya manusia itu tak perlu merasa tersiksa dengan hal-hal yang melingkupi dirinya karena semua sudah didesain dengan baik oleh Yang Maha Kuasa. Jika kita merasa terkungkung dengan apa yang ada, maka justru yang kita harus lakukan adalah membebaskan pikiran kita dari hal tersebut. Wallahu'alam

      Delete