Wednesday, September 15, 2021

 Generasi muda perlahan-lahan mulai meninggalkan agama. Setidaknya itu fenomena yang saya amati di Belanda berdasarkan bacaan berbagai berita di surat kabar juga di Amerika berdasarkan paparan Prof. Jeffrey Lang dalam bukunya "Losing My Religion". Empat dari sepuluh generasi milenial sudah menyatakan tidak ada hubungannya dengan agama apapun, demikian hasil survei dari Pew Research Center.


Agama menjadi topik yang tabu dibicarakan. Seiring dengan itu untuk mengucap kata "Tuhan" saja orang akan dibuat mengernyitkan dahi. Itu setidaknya di Eropa, khususnya di negara yang pernah saya amati seperti di Belanda, Belgia dan Perancis.


Mata saya baru terbuka melihat fenomena ini. Karena selama ini saya tumbuh di keluarga yang termasuk religius, begitupun lingkungan sekitar saya. Rasanya untuk hidup menjadi seorang muslim di Indonesia demikian kondusif. It's a comfort zone. Saya sudah demikian lama terbuai dalam keadaan beragama yang sedemikian rupa. Sampai ketika Allah memindahkan saya ke benua Eropa, berinteraksi dengan muslim dari berbagai negara seperti dari Turki, Maroko, Afrika, dll yang masing-masing memiliki karakteristiknya sendiri.


"Losing My Religion" pada awalnya adalah nama folder yang dimiliki Jeffrey. Setelah ia menerbitkan bukunya "Even Angels Ask" ia mulai kebanjiran email dari berbagai penjuru dunia. Banyak dari email itu berasal dari generasi muda yang orang tuanya Muslim tapi mereka pontang-panting mengikuti syariat agama di era modern ini dan menyesuaikan diri dengan kebiasaan setempat yang ada. Jeffrey sendiri melihat bahwa ini adalah sebuah isu besar yang sayangnya cenderung dihindari, banyak orang tua malu untuk mengakui bahwa anaknya tidak lagi religius. Mereka tutup mata dengan kenyataan seperti itu. Para ulama pun imbuhnya, kebanyakan menyampaikan materi yang tidak "up to date" dengan kenyataan dan permasalahan yang para generasi muda hadapi di saat ini. Banyak fatwa yang keluar hanya bernada hitam putih berdasarkan interpretasi hadits yang sangat sempit. Dan itu membuat generasi muda yang mulai berpikir kritis tentang agama beranjak menjauh. Walaupun pada saat yang sama mereka masih terikat oleh sebuah kedekatan tertentu kepada agama melalui tradisi yang diwariskan oleh orang tuanya masing-masing.


Seorang pendeta di Amsterdam dalam sebuah wawancara di surat kabar ternama juga mengakui bahwa gereja harus mengubah narasi dalam menyampaikan ajaran kitab suci kepada generasi muda. Metode zaman dulu seperti menakuti-nakuti seseorang jika tidak melakukan syariat dengan neraka sudah tidak mempan lagi. Itu hanya akan membuat anak muda berlari menjauh dari khazanah agama yang sebenarnya sangat luas dan indah. 


Para ulama Islam pun harus melakukan hal yang sama. Agar memperkenalkan agama dengan lebih elegan dan mengayomi. Jangan sampai kejadian seperti ketika seorang muda yang demikian bersemangat belajar Islam dan datang ke sebuah masjid kemudian berubah menjadi alergi terhadap agama dan ulama karena dalam sesi perkenalan si ulama bertanya "Kerjanya apa?" si pemuda menjawab, "Saya kerja di asuransi" Dan si ulama langsung tampak tak berkenan dan berkata "Itu haram!" Dan itulah kali terakhir si pemuda terlihat ada di dalam masjid.


Memang sudah saatnya jelang era kebangkitan agama. Dimana agama dikenal secara menyeluruh, aspek lahir dan batinnya. Tapi memang action speaks louder than words. Seseorang bisa berbusa-busa menjelaskan keagungan dan keindahan sebuah agama, namun pada akhirnya yang orang lihat adalah bagaimana sikap orang itu dalam keseharian. []


15 September 2021 / 8 Safar 1443 H

No comments:

Post a Comment