Laki-laki (ar-rijal) adalah pemimpin bagi perempuan-perempuan (an-nisaa’).
Itu hukum langit
Tak melihat berapa penghasilan sang suami,
Tak melihat pengetahuan agama sang suami,
Tak melihat pendidikan atau latar belakang ekonomi dan keluarganya.
Dalam sebuah ikatan sakral pernikahan, suami bagaikan ruh bagi istri yang jiwa. Atau bagaikan jiwa bagi istri yang raga.
Penyatuan ruh dan jiwa serta jiwa dan raga itu akan menghasilkan dharma. Amal shalih yang Allah ridhoi. Misi hidup yang setiap orang mengemban itu untuk dilakukan dalam hidup di dunia yang hanya satu kali ini.
Bagi suami, kehadiran sang istri membuatnya utuh. Yang dengannya ia menjadi lebih menjejak dalam kehidupan.
Bagi istri, dipasangkan dengan sang suami itu adalah kembali kepada habitatnya. Where she feels at home, semestinya. Tak peduli di bumi manapun dia berada. Karena konsekuensi sebuah pernikahan adalah adanya peleburan dua takdir. Bisa jadi karenanya harus ada yang pindah. Harus ada yang berganti atau berhenti kerja. Harus menyesuaikan ritme keseharian dsb.
Dalam pelaksanaannya tak mudah. Sama sekali tidak mudah. Jalaluddin Rumi mengatakan bahwa menikah adalah kalan kematian. Tapi bukan kematian diri yang sejati. Yang dimatikan adalah ego probadinya. Yang dilumpuhkan adalah ambisi dan keangkuhannya. Yang dikekang adalah syahwatnya. Yang dibatasi adalah keinginannya yang liar. Semua itu demi pertumbuhan benih aql di dalam diri masing-masing. Jika sabar menjalani masa penggerindaan. Benih aql itu akan tumbuh menjadi pohon yang buahnya menghasilkan minyak yang bercahaya dan menerangi lapis demi lapis qalb. Terus hingga lapis ketujuh dan pada akhirnya cahaya api (misbah) dalam dirinya menyala. Hanya dalam keadaan ini, seseorang bisa mencapai ma’rifatullah, mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Bukan sekadar dugaan. Jika ia mengenal Sang Pencipta, pasti dia telah melewati tahap mengenal dirinya. Pasti dia diajari ihwal kehidupannya. Hingga ia mampu berkata “Wahai Tuhan, sungguh dalam apa yang Kau ciptakan tak ada kesia-siaan.”
Lihatlah bagaimana sebuah penyatuan laki-laki dan perempuan dalam kaidah agama bisa melambungkan seseorang menjadi insan kamil, seorang manusia sejati.
Amsterdam Arena, mangasuh anak2 di Minggu siang 11.57
No comments:
Post a Comment