Tuesday, October 2, 2018

"Hikmah itu naungannya orang beriman"
- Rasulullah saw.

"Barangsiapa dalam tiga hari tidak menemukan hikmah maka matilah jiwanya"
- Rasulullah saw.

Makanan jiwa adalah hikmah. Dan itu bertebaran di mana-mana, terbungkus dalam cangkang rutinitas keseharian, dalam bungkus kesibukan mengurus anak atau di kantor. Jangan biarkan semua kegiatan kita sejak pagi hingga menutup mata hanya berorientasi mencari dunia, hanya diukir dari sebanyak apa jumlah tabungan atau deposito di bank, hanya dipandang dari setinggi apa pangkat atau gelar yang diraih. Sungguh semua itu hanya bersifat sementara dan tidak akan dibawa ke alam yang lebih kekal jika kita lalai mengambil hikmah darinya.

Lantas bagaimana cara membaca hikmah yang ada?
Butuh waktu, latihan dan banyak pengorbanan.
Hati harus sering diasah, dibersihkan dari debu-debu syahwat dan hawa nafsu.
Shalat harus ditegakkan fiqih dan khusyunya.
Semua syariat yang diturunkan Rasulullah saw itu berfungsi menjernihkan hati, yang dengannya kita menjadi lebih mudah membaca ayat-ayat-Nya di segenap ufuk.

Seperti kaca depan mobil yang berlumpur akan membuat sulit pengemudi mengarahkan kendaraannya. Kita pun begitu.
Jika cermin hati jarang dibersihkan, hidup akan cenderung menabrak-nabrak, sudah begitu Allah pula yang disalahkan, dituduh tidak juga mengabulkan doa. Padahal jalan sudah dibuka sejak kapan, gara-garanya dia salah belok karena tidak bisa lihat jalan dengan baik.

Jiwa harus kuat.
Rauplah hikmah yang bertebaran itu.
Asah kepekaannya dengan mengakrabkan diri dengan Al Quran.
Insya Allah.

(Musim gugur di Amsterdam, 2 Oktober 2018)

No comments:

Post a Comment